. Efisiensi Anggaran Dipersoalkan, KPPOD Soroti Ancaman terhadap Otonomi Daerah
Logo KPPOD

Efisiensi Anggaran Dipersoalkan, KPPOD Soroti Ancaman terhadap Otonomi Daerah

hukumonline.com - 18 Desember 2025

Efisiensi Anggaran Dipersoalkan, KPPOD Soroti Ancaman terhadap Otonomi Daerah

Kebijakan efisiensi anggaran dinilai berdampak pada penurunan signifikan Transfer ke Daerah (TKD). Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menilai hal tersebut berpotensi bertentangan dengan Undang-Undang  Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD), sekaligus menggerus substansi otonomi daerah yang dijamin dalam kerangka hukum tata negara Indonesia.

Direktur Eksekutif KPPOD, Herman N. Suparman mengatakan bahwa kebijakan efisiensi anggaran yang dijalankan pemerintah pusat tidak dapat dilepaskan dari prinsip hierarki peraturan perundang-undangan. Instrumen kebijakan seperti instruksi presiden maupun kebijakan fiskal tahunan tidak boleh menegasikan norma yang telah ditetapkan undang-undang.

“Dalam UU HKPD, mekanisme dan formula TKD, termasuk Dana Bagi Hasil (DBH), telah diatur secara jelas. Ketika realisasinya menyimpang secara drastis dari formula tersebut, ini bukan lagi sekadar soal kebijakan, tetapi sudah masuk wilayah kepatuhan terhadap undang-undang,” ujar Herman dalam Diskusi Publik bertajuk 'Otonomi Daerah di Ujung Jalan? Refleksi Implementasi Otonomi Daerah Tahun 2025', Rabu (17/12/2025).

KPPOD mencatat, penurunan TKD dalam postur anggaran terbaru terjadi secara signifikan, terutama pada komponen DBH dan Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik. Padahal, secara konseptual, DBH dirancang sebagai instrumen  hukum untuk menjaga keseimbangan fiskal vertikal antara pusat dan daerah. Pemangkasan DBH dinilai berimplikasi langsung terhadap kapasitas fiskal daerah, karena indikator kapasitas fiskal dihitung dari penjumlahan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan DBH.

Dalam perspektif hukum keuangan negara, kondisi tersebut memunculkan persoalan asas kepastian hukum. UU HKPD menempatkan TKD sebagai hak daerah yang perhitungannya berbasis pada realisasi penerimaan negara dari sektor-sektor tertentu. Jika alokasi DBH ditetapkan tidak sejalan dengan formula undang-undang, maka pemerintah daerah berada dalam posisi tidak memiliki kepastian atas hak fiskalnya.

Untuk itu, Herman menegaskan, penguatan desentralisasi tidak cukup hanya menjadi jargon dalam dokumen perencanaan nasional, tetapi harus tercermin dalam konsistensi kebijakan fiskal. “Tidak mungkin di satu sisi pemerintah menyatakan komitmen memperkuat otonomi daerah, tetapi di sisi lain kebijakan anggarannya justru mempersempit ruang fiskal daerah,” katanya.

KPPOD juga mendorong agar pemerintah pusat melakukan peninjauan kembali terhadap kebijakan pemangkasan TKD, khususnya yang berkaitan dengan DBH dan DAK fisik. Peninjauan tersebut dinilai penting untuk memastikan bahwa kebijakan efisiensi tidak bertentangan dengan UU HKPD dan tidak mengaburkan tujuan utama desentralisasi, yakni meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui penguatan peran pemerintah daerah.

Sementara itu, Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Akmal Malik menyampaikan bahwa efisiensi anggaran yang ditempuh pemerintah pusat tidak semata-mata dimaknai sebagai pemotongan, melainkan sebagai realokasi belanja agar lebih berdampak langsung kepada masyarakat. Filosofi efisiensi adalah menggeser anggaran dari kegiatan yang bersifat seremonial menuju program yang substantif.

“Efisiensi bukan berarti memangkas tanpa arah. Yang ingin dibangun adalah orkestrasi politik anggaran agar belanja pemerintah, baik pusat maupun daerah, benar-benar menghasilkan dampak nyata,” ucap Akmal.

Akmal juga mengakui bahwa kebijakan efisiensi membawa tantangan tersendiri bagi pemerintah daerah, terutama yang memiliki kapasitas fiskal rendah. Namun, menurut dia, pemerintah pusat tetap berkepentingan memastikan program-program prioritas nasional dapat menjangkau masyarakat secara cepat dan merata. Dalam konteks tersebut, distribusi program prioritas kerap dilakukan melalui skema yang lebih terpusat untuk memotong jalur birokrasi yang panjang.

Meski demikian, dia tidak menampik adanya ketegangan antara kebijakan efisiensi dan prinsip desentralisasi. Ia menyebut, dalam praktiknya, terdapat kecenderungan bergesernya pelaksanaan urusan pemerintahan dari skema desentralisasi menuju tugas pembantuan atau dekonsentrasi.

“Ini menjadi pekerjaan rumah bersama, bagaimana menjaga agar semangat desentralisasi tetap terpelihara, sementara kebutuhan efektivitas dan kecepatan pelayanan publik juga terpenuhi,” tutupnya.

Sumber: https://www.hukumonline.com/berita/a/efisiensi-anggaran-dipersoalkan--kppod-soroti-ancaman-terhadap-otonomi-daerah-lt6942c937cc9ac/?page=all


Dibaca 171 kali