Korupsi Kepala Daerah Masalah Sistemik
mediaindonesia.com - 12 November 2025
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N. Suparman menilai maraknya kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah merupakan masalah sistemik, bukan hanya soal moral individu.
Menurutnya, praktik suap dan penyalahgunaan kewenangan di daerah tumbuh subur karena sistem pengelolaan keuangan, pengadaan barang, dan manajemen ASN belum menerapkan prinsip tata kelola yang baik.
"Kami melihat ini problem sistemik. Dalam pengelolaan keuangan daerah, kita belum menerapkan prinsip good governance, terutama terkait transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas dalam perencanaan, penganggaran, dan pengawasan APBD," ujar Herman saat dihubungi, hari ini.
Ia mencontohkan beberapa kasus terakhir di Ponorogo, Riau, dan Kolaka yang semuanya menunjukkan pola serupa, yaitu penyelewengan anggaran, jual-beli jabatan, dan praktik pemerasan terhadap pihak ketiga.
Menurutnya, lemahnya partisipasi publik dalam penyusunan APBD membuat celah korupsi makin lebar karena masyarakat tidak tahu berapa besar anggaran yang dialokasikan dan untuk apa digunakan.
Selain itu, sistem pengadaan barang dan jasa dinilai masih menyisakan ruang gelap di luar mekanisme digital seperti e-katalog dan e-procurement.
"Sistem kita belum mampu menutupi kesepakatan jahat di luar sistem itu," kata Herman.
Dalam sektor kepegawaian, lanjut Herman, kewenangan kepala daerah sebagai pejabat pembina kepegawaian juga membuka peluang transaksi jabatan. "Ruang-ruang ini bisa dimanfaatkan untuk menarik cuan, karena kepala daerah bebas memilih siapa yang akan ditempatkan di jabatan tertentu," ujarnya.
Herman juga menyoroti perizinan usaha yang masih berbelit dan panjang, sehingga pelaku usaha sering membeli jalan pintas dengan suap. Di sisi lain, ia menyebut tingginya biaya politik saat pilkada ikut mendorong kepala daerah mencari cara menutup ongkos kampanye melalui praktik koruptif.
Lebih lanjut, Herman menilai Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) belum optimal menjalankan fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap daerah. Regulasi yang dikeluarkan lebih banyak fokus pada sinkronisasi kebijakan fiskal nasional, bukan pada akuntabilitas di tingkat daerah.
"Kemendagri mestinya memastikan proses penyusunan APBD benar-benar akuntabel, transparan, dan partisipatif," terangnya.
Sumber: https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/828946/korupsi-kepala-daerah-masalah-sistemik
Dibaca 606 kali
