. Pusat Beri Pinjaman ke Daerah, Solusi atau Beban bagi Pemda?
Logo KPPOD

Pusat Beri Pinjaman ke Daerah, Solusi atau Beban bagi Pemda?

bisnis.com - 31 Oktober 2025

Pusat Beri Pinjaman ke Daerah, Solusi atau Beban bagi Pemda?

Pemerintah pusat kini dapat memberi pinjaman ke pemerintah daerah (Pemda), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 38/2025. 

Beleid anyar itu sendiri keluar di tengah pemangkasan transfer ke daerah (TKD) besar-besaran pada tahun depan. Adapun, TKD turun Rp226,9 triliun atau sekitar 24,7% dari Rp919,9 triliun (APBN 2025) menjadi Rp692,995 triliun (APBN 2026). 

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Armand Suparman menjelaskan PP 38/2025 pada dasarnya masih berada dalam koridor regulasi yang telah diatur oleh UU No. 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD). 

Regulasi tersebut memang memberi ruang bagi pemerintah daerah untuk memanfaatkan instrumen pinjaman sebagai alternatif pembiayaan pembangunan.

"Ketika terjadi pemotongan TKD secara signifikan, memang pemerintah daerah itu mesti memutar otak gitu untuk mendapatkan pendapatan atau pendanaan untuk kegiatan yang sudah direncanakan dalam rencana kerja pemerintah daerah tahun depan," ujar Armand kepada Bisnis, Rabu (29/10/2025). 

Menurutnya, ada sejumlah opsi yang bisa dilakukan oleh Pemda seperti peningkatan tarif pajak dan retribusi, optimalisasi aset daerah, penguatan BUMD, kerja sama dengan Badan Usaha (KPBU) atau dengan pihak ketiga, perdagangan karbon, dan terakhir pinjaman.

“Dari sejumlah opsi, yang paling cepat diperoleh itu dua: optimalisasi pajak dan retribusi daerah, serta pinjaman,” katanya. 

Meski demikian, KPPOD menilai penggunaan pinjaman oleh daerah berpotensi menimbulkan beban keuangan baru dalam jangka menengah, karena pemerintah daerah wajib mengembalikan pokok utang beserta bunganya sesuai ketentuan dalam PP 38/2025. 

Meskipun PP 38/2025 membuka ruang pembiayaan baru, KPPOD mendorong agar Pemda sebaiknya tetap mengedepankan opsi-opsi nonutang untuk memperkuat basis fiskal secara berkelanjutan. 

Opsi tersebut antara lain pembenahan administrasi pemungutan pajak dan retribusi, optimalisasi aset daerah, penguatan badan usaha milik daerah (BUMD), KPBU, hingga perdagangan karbon. 

"Kami mendorong daerah untuk memilih opsi yang tidak menimbulkan beban baru,” ujarnya. 

Oleh sebab itu, Armand menyimpulkan bahwa PP 38/2025 hanya bersifat solusi jangka pendek, khususnya untuk menutup kesenjangan anggaran tahun depan imbas pemotongan TKD besar-besaran. 

Dalam jangka panjang, daerah perlu membangun kemandirian fiskal dengan memperkuat instrumen yang berada di bawah kendali sendiri. 

Senada, Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai pemberian pinjaman pemerintah pusat ke Pemda bukan merupakan solusi tuntas dari pemotongan TKD besar-besaran. 

Menurutnya, kebijakan itu hanya memindahkan masalah ke belakang karena Pemda bisa dibebani bunga utang. 

Apalagi, PP 38/2025 juga mengatur pembayaran pokok harus dilakukan secara periodik, dengan memotong TDK baik itu semesteran atau tahunan. 

"Jika tidak dilakukan dengan niat baik dan berintegritas, ini akan menyuburkan moral hazard yang memperburuk kondisi keuangan Pemda, dan menjadi titik balik bagi otonomi daerah yang merupakan 1 dari 3 anak kandung Reformasi 1998," ujar Wija kepada Bisnis, Rabu (29/10/2025).

Dia mengingatkan agar pemerintah pusat memberi pinjaman ke Pemda hingga BUMN hanya untuk keperluan yang mendesak dan dalam kapasitas mampu membayar. 

Untuk menghindari kepala daerah yang melempar tanggung jawab utang kepada penggantinya, Wija turut menyarankan agar tenor utang tidak boleh lebih panjang dari masa jabatan kepala daerah yang menandatangani perjanjian pinjaman. 

Di samping itu, dia juga menggarisbawahi pentingnya rencana pinjaman disetujui oleh DPRD terlebih dahulu. 

Sementara itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tidak bisa berkomentar banyak terkait PP 38/2025. Dia mengaku tidak ikut serta dalam pembahasan beleid itu. 

"Saya belum baca, saya akan baca lagi. Itu anak buah saya yang nge-goal kan. Rupanya sebelum saya jadi menteri udah diproses kan, udah keluar," ungkap Purbaya usai acara Sarasehan 100 Ekonom di Jakarta, Selasa (28/102/2025). 

PP 38/2025 sendiri ditandatangani Presiden Prabowo Subianto pada 10 September 2025 dan diundangkan pada tanggal yang sama. 

Sementara, Purbaya dilantik menjadi menteri keuangan pada 8 September 2025 atau dua hari sebelum PP 38/2025 terbit.

Perlu Bunga Rendah 
Bupati Tapanuli Tengah Masinton Pasaribu menilai PP 38/2025 memiliki dua sisi yang kontras. 

Di satu sisi, kebijakan ini membuka akses pembiayaan baru bagi proyek-proyek vital; di sisi lain, kebijakan itu berpotensi menambah beban fiskal terutama bagi daerah dengan kapasitas keuangan terbatas. “PP 38/2025 ini seperti tombak bermata dua buat daerah,” ujar Masinton kepada Bisnis, Rabu (29/10/2025). 

Wakil ketua umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) ini menjelaskan skema pinjaman langsung dari pemerintah pusat ke Pemda dapat menjadi alternatif pembiayaan strategis untuk mempercepat pelaksanaan proyek pembangunan. 

Apalagi, sambungnya, selama ini sektor infrastruktur dan pelayanan publik menghadapi keterbatasan akses pembiayaan komersial.

Hanya saja, ketentuan dalam PP tersebut mengatur bahwa pengembalian pinjaman dilakukan melalui pemotongan dana transfer ke daerah seperti dana alokasi umum (DAU) atau dana bagi hasil (DBH) pada tahun-tahun berikutnya. 

Skema itu, menurut Masinton, perlu diwaspadai agar tidak memperberat kemampuan fiskal daerah terutama bagi pemerintah daerah dengan tingkat kemandirian keuangan yang masih rendah.

“Beban pemerintah daerah bisa menjadi lebih berat dari kondisi saat ini,” wanti-wantinya. 

Dia mencontohkan, Kabupaten Tapanuli Tengah pernah memperoleh pinjaman dari PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) pada 2021 senilai Rp70 miliar dengan bunga 6,19% dan tenor delapan tahun. 

Hingga kini, sambungnya, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah masih membayar cicilan pokok utang sekitar Rp11 miliar per tahun. 

Oleh sebab itu, dia mendorong agar pemerintah pusat menetapkan bunga rendah agar tujuan PP 38/2025 untuk memperluas akses pembiayaan daerah dapat tercapai tanpa menimbulkan risiko fiskal yang berlebihan pada masa berikutnya. 

“Pemerintah daerah dan BUMD akan lebih terbantu apabila bunga pinjaman dari pemerintah pusat bisa ditekan lebih rendah di bawah 3%,” ungkap Masinton.

Sumber: https://ekonomi.bisnis.com/read/20251029/9/1924442/pusat-beri-pinjaman-ke-daerah-solusi-atau-beban-bagi-pemda/All


Dibaca 122 kali