. Apa Saja Otak-atik Anggaran Jakarta Dampak Pemotongan Dana Bagi Hasil?
Logo KPPOD

Apa Saja Otak-atik Anggaran Jakarta Dampak Pemotongan Dana Bagi Hasil?

kompas.id - 8 Oktober 2025

Apa Saja Otak-atik Anggaran Jakarta Dampak Pemotongan Dana Bagi Hasil?

Rencana dan pelaksanaan program kerja Pramono Anung-Rano Karno pada 2026 dievaluasi seiring pemangkasan dana bagi hasil. Pemotongan hampir Rp 15 triliun mengharuskan adanya efisiensi dan penyesuaian anggaran agar tak mengganggu layanan dasar dan urusan wajib pemerintah.

Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menilai pemangkasan dana bagi hasil (DBH) oleh pemerintah pusat kepada Pemerintah Provinsi Jakarta itu tak sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, bahkan berpotensi mengganggu implementasi program kerja Pramono-Rano meskipun Jakarta punya kapasitas fiskal yang besar.

Asisten Perekonomian dan Keuangan Sekretariat Daerah Provinsi Jakarta Suharini Eliawati menyebut, ada sejumlah belanja daerah yang masih bisa diefisiensikan agar urusan wajib pemerintah terpenuhi setelah pemangkasan DBH tersebut. Kemudian, urusan bukan prioritas dan kegiatan tertentu bisa digeser ke tahun 2027 atau dianggarkan pada APBD Perubahan tahun 2026.

Ia mencontohkan adanya rekonsiliasi anggaran gaji aparatur sipil negara (ASN). Rekonsiliasi anggaran adalah proses membandingkan dan mencocokkan data transaksi anggaran dari berbagai sistem atau sumber yang berbeda untuk memastikan akurasi, keandalan, dan kesesuaiannya.

Tujuannya mengidentifikasi dan memperbaiki ketidaksesuaian data sehingga integritas dan transparansi laporan keuangan dapat terjaga.

”Nah, itu perlu hitung ulang. Kemudian, telepon, air dan listrik serta internet. Ada juga kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan melalui kerja sama dengan pemerintah pusat,” kata Eliawati, Selasa (7/10/2025).

Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Jakarta pada 2026 mencapai Rp 95,35 triliun. Jumlah itu bertambah Rp 3,49 triliun dari 2025. Namun, nilainya harus direvisi sebab ada pemotongan DBH hingga Rp 15 triliun.

Gubernur Jakarta Pramono Anung seusai rapat pimpinan daerah pada Senin (6/10/2025) menyatakan, pemerintah daerah mengikuti keputusan pemerintah pusat. RAPBD 2026 bakal disesuaikan kembali meskipun sudah diserahkan kepada DPRD Jakarta.

”Untuk itu harus ada realokasi, efisiensi, dan juga stressing pada hal-hal yang tidak boleh dikurangi,” kata Pramono.

Stressing berarti efisiensi dan penyesuaian anggaran. Bentuknya refocusing atau pergeseran anggaran guna mengatasi kondisi darurat dan tekanan finansial.

Dalam rapat antara lain disepakati program prioritas bagi warga tidak mampu atau kurang beruntung tidak diotak-atik. Salah satunya bantuan sosial (bansos) pendidikan, Kartu Jakarta Pintar Plus, dan Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul.

Sebaliknya, beberapa program yang tadinya akan berjalan dengan penyertaan modal daerah dicarikan skema lain, misal interkoneksi di Dukuh Atas dibangun tanpa menggunakan APBD.

Pramono mengatakan, Pemprov Jakarta mau tidak mau harus melakukan pembiayaan kreatif (creative financing). Pendekatan inovatif dalam mencari dan menggunakan berbagai sumber pendanaan alternatif untuk membiayai proyek pembangunan.

Pembiayaan tersebut antara lain kerja sama, mitra strategis, pemanfaatan denda koefisien lantai bangunan (KLB), sertifikat laik fungsi (SLF) yang menyatakan suatu bangunan gedung aman dan layak digunakan sesuai dengan peruntukannya, serta surat persetujuan prinsip pembebasan lokasi/lahan (SP3L).

Terkait hal ini, Suharini mengatakan, ada sejumlah kerja sama yang bisa dijajaki untuk optimalisasi anggaran yang ada. Kerja sama yang bisa dijajaki seperti pembangunan puskesmas dan pengadaan alat kesehatan.

Perjalanan dinas juga akan dievaluasi berdasarkan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi dan sosial budaya. Pemprov Jakarta akan membahas semuanya dalam rapat anggaran besar.

Ganggu program daerah
Direktur Eksekutif KPPOD Herman Suparman menekankan bahwa pemangkasan DBH melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Sebab, DBH harus dihitung terlebih dulu berdasarkan realisasi tahun sebelumnya.

”Aturannya begitu. Untuk tahun 2026, angkanya mesti jelas dari hasil tahun 2025 ini,” ujar Hermas ketika dihubungi, Selasa.

DBH dalam undang-undang dimaksud adalah bagian dari transfer ke daerah yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam APBN dan kinerja tertentu. Ini dibagikan kepada daerah penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara pemerintah dan daerah, serta kepada daerah lain nonpenghasil dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif atau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah.

Pasal 110 menyebut pagu DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 Huruf a ditetapkan berdasarkan realisasi penerimaan satu tahun sebelumnya. Sementara Pasal 120 berbunyi alokasi DBH per daerah provinsi/kabupaten/kota dihitung berdasarkan pembobotan 90 persen persentase bagi hasil dan penetapan daerah penghasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 sampai dengan Pasal 119 dan 10 persen berdasarkan kinerja pemerintah daerah.

Selanjutnya, dalam Pasal 121 dikatakan dalam hal tidak terdapat kabupaten/kota pengolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116, Pasal 117, dan Pasal 118, porsi kabupaten/kota pengolah dibagikan secara merata kepada kabupaten/kota lainnya dalam satu provinsi yang bersangkutan dan kabupaten/kota lainnya yang berbatasan langsung dengan kabupaten/kota penghasil.

Herman mengatakan, alokasi DBH jelas di dalam undang-undang. Ada formulasinya, baik untuk daerah penghasil dan sekitarnya.

”Jadi abu-abu definisi DBH karena pemotongan ini. Prinsipnya melanggar undang-undang karena hak daerah dipotong,” ujar Herman.

Lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pasal 122 mengatur persentase pembagian DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 sampai dengan Pasal 120 dapat diubah dengan peraturan pemerintah setelah berkonsultasi dengan komisi yang membidangi keuangan pada Dewan Perwakilan Rakyat.

Pemotongan DBH disebut berdampak terhadap kinerja daerah secara keseluruhan. Apalagi, selama ini daerah dengan fiskal rendah sangat bergantung pada belanja daerah untuk pertumbuhan ekonominya.

Herman merujuk hasil evaluasi Kementerian Dalam Negeri yang sebelumnya menyatakan bahwa 90 persen daerah memiliki kapasitas fiskal rendah. Daerah berkapasitas fiskal rendah pada level provinsi mencapai 39 persen (15 provinsi), kabupaten 98 persen (407 kabupaten), dan kota 74 persen (70 kota).

”Akhirnya daerah fokus pada program tertentu dan menunda program lain. Jakarta meskipun kapasitas fiskalnya besar, tidak mengganggu layanan dasar tetapi akan berdampak pada implementasi program-program daerah tahun 2026,” tutur Herman.

Sumber: https://www.kompas.id/artikel/apa-saja-otak-atik-anggaran-jakarta-dampak-pemotongan-dana-bagi-hasil


Dibaca 858 kali