PHRI: Raperda KTR Ancam Bisnis Hotel dan Restoran
mediaindonesia.com - 1 Oktober 2025
Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR) DKI Jakarta mendapat sorotan tajam dari pelaku usaha hotel dan restoran. Berdasarkan survei internal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jakarta, sekitar 50% bisnis hotel di ibu kota berpotensi terdampak serius oleh larangan merokok di hotel, restoran, kafe, bar, dan tempat hiburan sejenis.
Anggota Badan Pengurus Daerah (BPD) PHRI Jakarta Arini Yulianti menyampaikan kekhawatiran ini dalam Diskusi Publik yang digelar Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD).
“Kami sudah buat survei, studi pendapat apabila aturan lama diperbaharui dengan aturan Raperda KTR yang lebih ketat, 50% dari pelaku usaha menilai peraturan ini akan berdampak pada bisnis. Kami pelaku usaha hotel, restoran dan hiburan bukan anti regulasi. Tapi kami mohon jangan dibebani,” ujarnya.
Arini menambahkan, kondisi industri tahun ini sudah terpuruk, sehingga aturan baru dikhawatirkan makin menekan. Hal itu akan memperburuk kondisi industry perhotelan yang sudah tertekan sejak awal tahun ini.
"Jangan sampai dengan aturan yang menekan seperti ini, demand bisnis kami semakin turun. Kami khawatir konsumen akan memilih pindah ke kota lain yang regulasinya tidak seketat Jakarta,” katanya.
Tekanan terhadap Tenaga Kerja dan PAD
Menurut data PHRI DKI Jakarta pada April 2025, sebanyak 96,7 persen hotel melaporkan penurunan tingkat hunian. Dampaknya, pelaku usaha terpaksa melakukan efisiensi, termasuk pengurangan karyawan. Padahal, industri hotel dan restoran menyerap lebih dari 603 ribu tenaga kerja serta menyumbang sekitar 13 persen Pendapatan Asli Daerah (PAD) DKI Jakarta.
“Kami mohon pertimbangkan kondisi ini. Sebenarnya yang dibutuhkan adalah kebijakan KTR yang berimbang. Jangan sampai aturan ini dikebut demi sekadar mengejar indikator kota global tanpa mempertimbangkan dampaknya,” tegas Arini. Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan pada aturan yang sudah berlaku. “(Peraturan) yang sudah ada saja, monitoring dan evaluasinya itu tidak ada. Jadi tidak ada keseragaman compliance untuk peraturannya,” tambahnya.
Pandangan Dunia Usaha
Wakil Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Anggana Bunawan, juga menyuarakan hal serupa. Ia menilai industri saat ini membutuhkan kepastian dan sinkronisasi kebijakan, bukan beban baru. “Tenaga kerja juga belum terserap optimal seperti sebelumnya. Pandangan kami, Raperda KTR ini belum urgen. Kami menghormati eksekutif-legislatif DKI Jakarta, namun di tengah kondisi yang tidak ideal bagi industri saat ini, ada risiko kebijakan yang eksesif justru akan menjadi tantangan tersendiri bagi produktivitas industri ini,” jelasnya.
Ia menekankan agar waktu penerapan aturan diperhatikan dengan matang. “Kami berharap pemerintah tetap memperhatikan industri. Ini timing-nya tidak tepat, kondisi sosio-ekonomi masyarakat juga harus dipertimbangkan,” tambah Anggana.
Catatan KPPOD
Dalam forum yang sama, KPPOD menilai Raperda KTR berpotensi merugikan iklim usaha daerah. Aturan pelarangan merokok di tempat umum dinilai bisa memengaruhi investasi, pertumbuhan ekonomi, dan penciptaan lapangan kerja.
“Pasal-pasal dalam Raperda KTR DKI Jakarta sulit dipenuhi, maka tidak bisa ditegakkan. Kami merekomendasikan agar pembuat kebijakan fokus pada tata kelola edukasi bahaya merokok secara sistematis bersama seluruh stakeholders. Edukasi dan sosialisasi ini dapat disesuaikan dengan kondisi literasi masyarakat, daripada membuat aturan yang berbahaya bagi ekonomi,” ujar Analis Kebijakan KPPOD Eduardo Edwin Ramda.
Ia menambahkan, kajian KPPOD pada 2019 menunjukkan bahwa pengaturan yang terlalu ketat justru menurunkan tingkat kepatuhan dan tidak menyentuh akar masalah konsumsi rokok.
“Maka dari itu, sebetulnya yang perlu dipastikan adalah penerapan efektif dari larangan konsumsi produk tembakau untuk individu di bawah usia 21 tahun. Jika ini bisa dijalankan dengan baik, maka sebetulnya pembatasan radius penjualan dan iklan produk tembakau tidak diperlukan,” tandasnya.
Sumber: https://mediaindonesia.com/megapolitan/815639/phri-raperda-ktr-ancam-bisnis-hotel-dan-restoran
Dibaca 126 kali