Kemendagri: 16 Pulau yang Diperebutkan Tulungagung-Trenggalek Masuk Administrasi Provinsi Jatim
kompas.id - 25 Juni 2025
Kementerian Dalam Negeri memutuskan 16 pulau yang berlokasi di perbatasan Kabupaten Tulungagung dan Trenggalek dan diperebutkan kedua daerah tersebut masuk ke wilayah administrasi Provinsi Jawa Timur. Keputusan itu diambil setelah rapat dengan sejumlah pemangku kepentingan di Kemendagri, Selasa (24/6/2025).
Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Tomsi Tohir kepada wartawan menyampaikan hasil rapat yang berlangsung di Kemendagri, Jakarta, Selasa. Rapat tersebut dihadiri oleh Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri, Sekretaris Daerah Jawa Timur, dan Bupati Trenggalek.
Selain itu, hadir juga perwakilan dari Badan Informasi Geospasial, Pusat Hidro-Oseanografi TNI Angkatan Laut, Direktorat Topografi Angkatan Darat, Kementerian Agraria dan Tata Ruang dan Badan Pertanahan Nasional, serta Kementerian Kelautan dan Perikananan.
Rapat menetapkan bahwa 16 pulau tersebut untuk sementara masuk dalam cakupan wilayah administrasi Provinsi Jawa Timur. ”Jadi, tidak masuk Trenggalek, tidak juga masuk Tulungagung, (tapi) masuk wilayah administrasi Provinsi Jawa Timur,” kata Tomsi.
Setelah penetapan itu, Kemendagri akan melanjutkan rapat musyawarah pada awal Juli. Rapat tersebut akan dihadiri Gubernur Jawa Timur, Ketua DPRD Jawa Timur, Bupati Trenggalek, Bupati Tulungagung, Ketua DPRD Kabupaten Trenggalek, dan Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung.
”Kami akan melanjutkan rapat musyawarah mengenai penataan administrasi 16 pulau tersebut,” kata Tomsi.
Sebelumnya diberitakan, pascasengketa empat pulau antara Pemprov Aceh dan Pemprov Sumut selesai, masih ada sejumlah kasus rebutan pulau lain di Tanah Air. Di Provinsi Jawa Timur, kasus itu berupa sengketa 13 pulau oleh Kabupaten Trenggalek dan Tulungagung.
Pulau-pulau ini tersebar di perairan selatan Pulau Jawa, tepatnya di sekitar Kecamatan Munjungan dan Panggul di Trenggalek serta Kecamatan Pucanglaban di Tulungagung. Oleh masyarakat lokal, pulau-pulau itu dinyatakan berada di wilayah Trenggalek, sementara dalam peta resmi Tulungagung, sejumlah pulau dianggap sebagai bagian kabupaten itu.
Konflik muncul karena klaim tumpang tindih atas sejumlah pulau kecil tak berpenghuni, yang dikenal sebagai pulau karang. Pulau-pulang yang diperebutkan itu adalah Karang Klotok, Karang Gebug, Karang Gede, Karang Wedhi Ireng, dan Karang Wedhi Putih. Berikutnya, Pulau Karang Wedhi Ayu, Karang Tumpuk, Karang Payung, Karang Bagong, Karang Sekel, Karang Gedhek, Karang Nampu, dan Karang Srawung.
Potensinya tak hanya di sektor perikanan, tetapi juga pariwisata bahari dan ekosistem terumbu karang yang indah. Pulau-pulau ini juga muncul dalam sengketa batas antara Tulungagung dan Blitar. Sengketa terjadi karena wilayah laut selatan Jawa Timur memiliki batas administratif yang belum sepenuhnya tegas di antara tiga kabupaten itu (Kompas.id, 19 Juni 2025).
Tomsi menuturkan, data sementara selama ini hanya ada 13 pulau yang menjadi sengketa antara Trenggalek dan Tulungagung. Namun, setelah ditelaah dan disisir bersama-sama, ada 16 pulau di wilayah tersebut. Pulau-pulau tersebut selama ini tidak berpenghuni.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N Suparman mengatakan, belajar dari sengketa empat pulau antara Aceh dan Sumut, ada beberapa hal yang harus ditindaklanjuti dan diperhatikan oleh pemerintah pusat. Tidak hanya oleh Kemendagri, tetapi juga oleh DPR.
Pertama, persoalan polemik batas wilayah muncul karena adanya ketidakpastian dari undang-undang pembentukan daerah. Batas wilayah yang tercantum dalam UU pembentukan daerah—baik di level provinsi, kabupaten, maupun kota—hanya mengatur sangat umum batas di empat arah mata angin, yaitu utara, selatan, timur, dan barat.
”Batas wilayah tidak dibuat secara detail mana titik-titik batasnya sehingga berdampak pada daerah dengan batas wilayah yang abu-abu, apakah berada di daerah A atau B,” kata Herman.
Oleh sebab itu, ia berpandangan, langkah awal yang harus dilakukan pemerintah pusat, baik dari sisi eksekutif Kemendagri maupun legislatif oleh DPR, adalah melihat atau mengkaji ulang semua UU pembentukan daerah agar ada kepastian hukum terkait batas wilayah.
Selanjutnya, KPPOD juga melihat bahwa ada kebutuhan akan kepastian regulasi terkait dengan penegasan batas daerah, terutama indikator dari tiga dimensi, yaitu sosiologis, historis, dan geografis. Sebab, jika berpatokan pada regulasi yang ada saat ini, Peraturan Menteri Dalam Negeri 141 Tahun 2017 masih sangat umum dan lebih menitikberatkan dimensi geografis atau lebih berpegangan pada UU pembentukan daerah masing-masing, peta citra satelit, dan sebagainya.
Sementara itu, indikator turunan dari dimensi sosiologis dan historis itu tidak banyak dipakai. Melihat masih banyaknya hal yang harus diselesaikan dalam konteks sengketa batas wilayah itu, semua peraturan terkait penegasan batas wilayah ini harus diselesaikan dengan cepat oleh pemerintah pusat.
”Itu akan menjadi pedoman bagi publik dan semua daerah untuk melihat apakah wilayah-wilayah atau titik tertentu itu masuk ke daerah A atau daerah B. Itu yang menurut kami perlu dilakukan,” kata Herman.
Adapun dalam proses sengketa seperti ini, prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik bermakna harus benar-benar dijalankan sehingga tidak ada pihak-pihak yang merasa tidak diperhatikan aspirasinya.
Terakhir, jika dilihat dari proses Presiden Prabowo Subianto memutuskan empat pulau akhirnya masuk ke wilayah Aceh, Kemendagri menyebut bahwa ada novum atau temuan baru. Menurut KPPOD, ini adalah catatan serius bagi manajemen data dan kearsipan pemerintah.
Sebab, alasan dan pertimbangan Presiden adalah karena adanya perjanjian pada tahun 1992. Padahal, itu adalah perjanjian yang disaksikan oleh Kemendagri. Seharusnya arsipnya tersimpan baik dan rapi di Kemendagri.
”Soal manajemen arsip dan dokumen ini ke depan juga harus menjadi perhatian serius dan perlu dibereskan,” ujar Herman.
Sumber: https://www.kompas.id/artikel/kemendagri-16-pulau-yang-diperebutkan-tulungagung-trenggalek-ditetapkan-masuk-provinsi-jatim/
Dibaca 970 kali
