”WFA” Mengubah Sistem Kerja ASN, DPR Sarankan Uji Coba Dahulu
kompas.id - 25 Juni 2025
Pemerintah diminta untuk melaksanakan uji coba terlebih dahulu sebelum mengimplementasikan kebijakan fleksibilitas kerja bagi aparatur sipil negara atau ASN. Penerapan kebijakan bekerja fleksibel di luar kantor atau work anywhere selayaknya dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kesiapan sarana dan prasarana pendukung agar pelayanan publik tidak terganggu.
Permintaan itu salah satunya disampaikan anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Ahmad Doli Kurnia Tandjung di Jakarta, Jumat (20/6/2025). Menurut dia, pemerintah semestinya tidak langsung melaksanakan kebijakan work anywhere (WFA) bersamaan di semua instansi pusat dan daerah. Uji coba perlu dilakukan karena tidak semua instansi, terutama di daerah, memiliki sarana dan prasarana pendukung.
Terlebih, kebijakan fleksibilitas kerja tidak sekadar mengubah jam dan lokasi kerja ASN. Kebijakan ini akan berdampak pada perubahan kultur ASN karena menuntut kedisiplinan dalam saat bekerja di luar kantor dan di luar jam kerja. Hal ini berbeda dengan bekerja di kantor yang terus berada di bawah pengawasan pimpinan.
Terkait dengan uji coba, Doli mengatakan, Kemenpan dan RB dapat menentukan beberapa daerah yang memiliki sarana dan prasarana pendukung lengkap agar memulai kebijakan ini.
”Bisa dimulai dari daerah-daerah yang ditunjuk sebagai pilot project sehingga kebijakan ini didasarkan pada hasil evaluasi uji coba. Kalau hasilnya meningkat bisa dilanjutkan, tetapi kalau tidak, lebih baik kembali ke sistem kerja awal,” ujarnya saat dihubungi, Jumat (20/6/2025).
Politikus Partai Golkar itu melanjutkan, uji coba tersebut dapat dilakukan selama enam bulan. Selama itu, Kemenpan dan RB harus menilai efektivitas kinerja ASN yang melaksanakan kerja-kerja secara fleksibel. Salah satu indikator yang perlu diperhatikan adalah capaian indikator kinerja utama (KPI) dari para ASN.
DPR sangat mendukung upaya-upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas kinerja ASN. Oleh karena itu, kebijakan fleksibilitas kerja yang memberikan kelonggaran bagi ASN itu semestinya juga dibuat dalam rangka untuk meningkatkan kinerja dan pelayanan publik. Terlebih, ada sebagian masyarakat yang menganggap banyak ASN yang tidak bekerja optimal saat jam kerja.
”Saya akan mengusulkan Komisi II DPR memanggil Menpan RB untuk mendengarkan secara langsung latar belakang kebijakan fleksibilitas kerja untuk ASN,” ucap Doli yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Badan Legislasi DPR itu.
Sebelumnya, Kemenpan dan RB menerbitkan Peraturan Menpan dan RB Nomor 4 Tahun 2025 tentang Pelaksanaan Tugas Kedinasan Pegawai ASN secara Fleksibel pada Instansi Pemerintah.
Fleksibilitas kerja ditujukan untuk meningkatkan kinerja organisasi, kinerja individu, serta kualitas hidup ASN. Dalam peraturan itu diterapkan penilaian kinerja terukur dengan optimalisasi pemanfaatan sistem pemerintahan berbasis elektronik.
Pada Pasal 11 diatur fleksibel kerja meliputi lokasi dan waktu. Fleksibel secara lokasi di kantor selain lokasi yang menjadi penempatan kerja pegawai tersebut; di rumah atau tempat tinggal pegawai ASN; atau lokasi lain sesuai dengan kebutuhan. Fleksibilitas kerja secara lokasi dapat dilaksanakan ASN paling banyak dua hari kerja dalam satu pekan.
Adapun fleksibel secara waktu adalah ASN bekerja sesuai kebutuhan waktu bekerja untuk memenuhi target kinerja. Fleksibel secara waktu juga tetap harus memperhatikan ketentuan hari dan jam kerja pegawai ASN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Terdapat sejumlah kriteria untuk melaksanakan fleksibilitas kerja, antara lain, dapat dilakukan di luar kantor selain lokasi yang menjadi penempatan kerja ASN tersebut; tidak memerlukan ruang atau peralatan khusus; dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi; memiliki interaksi tatap muka yang minimum; dan tidak memerlukan supervisi atasan secara terus-menerus.
Bertahap dan selektif
Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Gerindra Bahtra Banong mengatakan, kebijakan fleksibilitas kerja harus tetap mengedepankan peningkatan kualitas pelayanan publik. Artinya, ASN yang bekerja di luar kantor dan di luar jam kerja semestinya bukan yang menempati posisi pelayanan publik langsung kepada masyarakat.
”Pekerjaan boleh dilakukan di mana pun, namun kalau yang bersifat pelayanan publik, ASN mesti standby selama jam kerja untuk melayani masyarakat agar percepatan pelayanan bisa dilakukan,” tuturnya.
Menurut Bahtra, kebijakan fleksibilitas kerja idealnya juga diimplementasikan secara bertahap dan selektif. Hal ini mengingat masih ada ketimpangan akses infrastruktur teknologi sebagai sarana dan prasarana pendukung pelaksanaan kerja-kerja ASN dari jarak jauh.
Begitu pula dengan jenis pekerjaan yang dapat dilakukan secara fleksibel, harus ditentukan dengan sangat selektif. Pekerjaan-pekerjaan tertentu yang secara esensi menuntut kehadiran fisik, seperti petugas pelayanan publik, tenaga pengamanan, atau jabatan yang berhubungan langsung dengan masyarakat tidak relevan untuk implementasi fleksibilitas kerja.
”Apalagi ada potensi menurunnya kedisiplinan kerja karena tidak semua ASN memiliki kedewasaan atau integritas kerja yang kuat ketika bekerja tanpa pengawasan langsung dari atasan,” kata Bahtra.
Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat Dede Yusuf menambahkan, di satu sisi fleksibilitas kerja dapat mendukung efisiensi yang digencarkan pemerintah. Beban anggaran akan berkurang karena penggunaan fasilitas kantor berkurang.
Namun di sisi lain, kerja fleksibel ini jangan sampai melemahkan motivasi dan semangat kerja para ASN. Sebab, kurangnya pengawasan yang diakibatkan lokasi kerja bukan di kantor dapat melemahkan kinerja ASN. Sering kali, ASN fokus bekerja karena diawasi langsung oleh pimpinan saat berada di kantor.
”Kalaupun ada yang kerja di luar kantor, harus ada indikator kinerja utama sebagai bahan evaluasi,” tutur Dede.
Penguatan teknologi informasi
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N Suparman menuturkan, kerja di luar kantor dan di luar jam kantor merupakan hal yang cukup baru di lingkungan ASN. Kebijakan ini bahkan akan mengubah sistem kerja ASN yang selama ini identik dengan bekerja di kantor selama jam kerja.
Oleh karena itu, sama dengan pandangan sejumlah anggota DPR, Herman juga mengingatkan bahwa kebijakan fleksibilitas kerja ASN semestinya didahului dengan uji coba. Selama masa uji coba itu, pemerintah akan mendapatkan masukan yang bermanfaat untuk pengambilan kebijakan. Uji coba juga dibutuhkan untuk menilai apakah kebijakan tersebut efektif dalam menunjang kerja-kerja ASN sebagai pelayan publik.
”Kebiasaan di Indonesia bahwa kebijakan langsung diimplementasikan setelah disahkan. Padahal sering kali implementasi awalnya mendapatkan banyak tantangan,” kata Herman.
Lebih jauh, Herman mengingatkan agar fleksibilitas kerja diikuti dengan penguatan teknologi informasi. Teknologi dapat dimanfaatkan untuk sarana pengawasan sekaligus mengukur kinerja ASN yang bekerja secara fleksibel dengan lebih obyektif. Sebab, apa pun kebijakan soal ASN tetap harus bermuara pada penguatan kualitas pelayanan masyarakat.
”Publik juga harusnya diberi ruang untuk memberikan evaluasi agar kebijakan ini dapat diterima oleh masyarakat secara luas,” ucapnya.
Sumber: https://www.kompas.id/artikel/wfa-mengubah-sistem-kerja-asn-dpr-minta-didahului-uji-coba
Dibaca 619 kali
