. Politik Biaya Tinggi Akar Korupsi
Logo KPPOD

Politik Biaya Tinggi Akar Korupsi

mediaindonesia.com - 16 Juni 2025

Politik Biaya Tinggi Akar Korupsi

KPK melontarkan wacana gaji para kepala daerah dinaikkan untuk mencegah tindak pidana korupsi. Ide yang dinilai pragmatis itu tidak akan menyelesaikan masalah utama dalam memberangus praktik rasuah.

“Meskipun kalau kita lihat gaji dasarnya itu kan Rp2 juta atau Rp3 juta, kalau kita lihat, biaya operasional kepala daerahnya itu per bulan bisa mulai 150 juta. Ada beberapa kategorinya sesuai dengan pendapatan asli daerah,” kata Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman Nurcahyadi Suparman kepada Media Indonesia, di Jakarta, kemarin.

Dia menambahkan, kepala daerah bisa mendapat penghasilan bulanan mulai Rp150 juta hingga Rp1,2 miliar. Dengan angka fantastis tersebut, lanjut Herman, harusnya gaji bukan jadi alasan untuk kepala daerah melakukan korupsi.

Menurutnya, penyebab utama kepala daerah berlaku lancung karena harus mengembalikan anggaran besar yang telah dikeluarkan untuk berkampanye. Itu artinya proses demokrasi di Indonesia biayanya masih sangat tinggi.

“Tak mengherankan, setelah mereka memimpin daerah, mereka tuh mencari cara-cara agar bisa menutupi biaya politik yang sangat tinggi itu. Jadi, sepanjang kita tidak mampu menyelesaikan persoalan biaya politik yang tinggi, biarpun dinaikkan berkali-kali lipat gaji kepala daerah, (potensi korupsi) itu tidak akan teratasi,” ungkapnya.

JUAL BELI JABATAN
Herman menerangkan kepala daerah memiliki banyak kesempatan untuk melakukan korupsi. Tanpa tedeng aling-aling, kesempatan itu juga seolah-olah diberikan peraturan, misalnya dalam praktik pengisian jabatan.

“Nah, dalam konteks jual beli jabatan ini, kami melihat aspek pengawasan dalam manajemen ASN (aparatur sipil negara) atau dalam mutasi, promosi kepala daerah itu kan kebanyakan sepenuhnya di bawah kepala daerah,” papar Herman.

Modus lainnya, lanjut dia, soal suap perizinan sering kali muncul karena prosedurnya tidak memberikan kepastian. Kondisi itu dimanfaatkan kepala daerah itu menerima suap.

“Kemudian misalnya terkait dengan pengadilan barang dan jasa, itu juga faktor. Sampai sekarang kebijakan atau regulasi terkait dengan pengadaan barang dan jasa kita itu juga belum menutup ruang-ruang itu,” tegas Herman.

NIHIL DAMPAK
Karena itu, menurut dia, kebijakan untuk menaikkan gaji itu tidak akan efektif kalau beberapa persoalan tadi itu belum kita selesaikan.

Herman juga menilai semaksimal apa pun hukuman yang diberikan itu juga tidak akan efektif. Sepanjang persoalan struktural tersebut tidak diselesaikan, ditambah karut-marutnya tata kelola hukum.

Sementara itu, peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (Saksi) Universitas Mulawarman (Unmul), Herdiansyah Hamzah, heran dengan usul KPK agar gaji para kepala daerah naik untuk mencegah tindak pidana korupsi. Gagasan itu dinilai keliru.

Herdiansyah menilai usul menaikkan gaji kepala daerah tidak menyelesaikan masalah utama dalam pemberantasan praktik korupsi. “Ada semacam kegagalan menangkap apa sebenarnya problem mendasar dari perkara korupsi yang kerap kali melibatkan kepala daerah," ujar Herdiansyah.

SOLUSI INSTAN
Ia mengatakan menaikkan gaji kepala daerah berapa pun tidak akan pernah menyelesaikan problematik korupsi yang sering terjadi. Ia menilai mencegah rasuah seharusnya dimulai dari akar masalahnya.

"Kalau gagasan menaikkan gaji, ini kan melihat tidak pada akar masalahnya, tapi lebih melihat fenomena atau dampaknya. Jadi, tidak bisa menyelesaikan masalah," tandasnya.

Herdiansyah mengatakan akar masalah korupsi dimulai dari proses keterpilihan kepala daerah yang menelan biaya yang sangat besar. Biaya politik yang mahal pada akhirnya memaksa kepala daerah mencari pembiayaan ketika terpilih.

BIAYA KONTESTASI
Dia menambahkan, dalam berbagai riset, untuk menjadi bupati, kandidat harus menghabiskan anggaran Rp20 miliar-Rp30 miliar. Biaya untuk pemilihan gubernur menghabiskan biaya Rp50 miliar-Rp150 miliar."Bayangkan cost politics yang besar ini pada akhirnya menyandera kepala daerah sehingga tidak ada pilihan lainnya selain korupsi kan. Menjarah, merampok uang negara untuk mengembalikan modal politik sebelumnya. Kan itu menjadi problem," jelasnya.

Ia menilai sepanjang biaya politik masih tinggi, persoalan korupsi tetap menghantui. Karena itu, Herdiansyah menilai salah satu masalah yang harus dijawab ialah bagaimana meningkatkan kesadaran politik masyarakat.

Masyarakat tidak boleh dibawa ke dalam alam pragmatis yang hanya melihat dari keuntungan yang diperoleh saat mereka memilih. Namun, mereka harus melihat pada ide dan gagasan. 

Sumber: https://epaper.mediaindonesia.com/detail/a-12114


Dibaca 770 kali