Pelantikan Kepala Daerah, Dominasi KIM Plus Tak Jamin Keselarasan Pusat-Daerah
kompas.id - 20 Februari 2025
JAKARTA, KOMPAS — Dominannya kepala-wakil kepala daerah hasil Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada 2024 yang diusung Koalisi Indonesia Maju atau KIM plus, koalisi partai politik pendukung pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, dinilai tak menjamin keselarasan kebijakan dan program pusat dan daerah. Ketidaksinkronan pusat-daerah selama ini berakar pada peraturan perundang-undangan.
Pelantikan 481 kepala-wakil kepala daerah oleh Presiden Prabowo Subianto akan digelar di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (19/2/2025). Sebelum pelantikan ratusan kepala daerah ini, ada 24 kepala-wakil kepala daerah yang sudah lebih dulu dilantik. Di luar itu masih ada 40 hasil pilkada yang hingga kini masih berproses sidang sengketanya di Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan MK, menurut rencana, bakal dibacakan pada akhir Februari ini.
Jika dilihat dari hasil penetapan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) di 545 daerah atau seluruh daerah yang menggelar pilkada, kepala-wakil kepala daerah yang diusung KIM plus mendominasi.
Di level provinsi yang menggelar pilkada, yang berjumlah 37 provinsi, hasil pemetaan Litbang Kompas, sebanyak 70,4 persen kepala-wakil kepala daerah terpilih diusung KIM plus. Kemudian sebanyak 11,7 persen pimpinan daerah diusung KIM plus bersama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Di luar itu, sebanyak 14,7 persen diusung PDI-P dan 2,9 persen diusung parpol di luar KIM plus dan PDI-P.
Adapun di level kabupaten/kota, yang berjumlah total 508 kabupaten/kota, sebanyak 43,1 persen kepala-wakil kepala daerah terpilih diusung KIM plus. Selain itu, sebanyak 22,9 persen diusung KIM plus bersama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Lainnya, sebanyak 17,6 persen diusung PDI-P dan 15,6 persen diusung parpol di luar KIM dan PDI-P.
Parpol dalam KIM plus, antara lain, Gerindra, Golkar, Partai Amanat Nasional, Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Nasdem, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Selain dominasi KIM plus, pimpinan daerah yang berlatar belakang petahana pun lebih banyak daripada pendatang baru. Di level kabupaten/kota, sebanyak 52,7 persen berhasil dimenangi petahana. Adapun di level provinsi, 52,9 persen di antaranya petahana.
Kemudian, jika ditilik dari latar belakang profesi, sebanyak 70,9 persen gubernur-wakil gubernur terpilih berlatar belakang sebagai politisi. Jumlah yang sama di level bupati-wakil bupati serta wali kota-wakil wali kota. Ulasan lebih lengkap soal peta politik hasil Pilkada 2024, dominasi petahana, serta latar belakang profesi kepala-wakil kepala daerah terpilih dapat dibaca di harian Kompas dan Kompas.id pada 20-21 Februari 2025.
Meski peta politik di daerah dikuasai KIM plus, pimpinan daerah didominasi petahana, serta dominannya politisi, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N Suparman, saat diwawancarai pada Rabu (19/2/2025), melihat, tidak menjamin adanya keselarasan program dan pembangunan pusat-daerah. Keselarasan pusat-daerah ini menjadi tujuan digelarnya pilkada dan pelantikan kepala-wakil kepala daerah serentak.
Sebab, ketidaksinkronan pusat dan daerah selama ini dinilai berakar pada peraturan perundang-undangan dan kebijakan-kebijakan strategis. Lebih detilnya, adanya ketidakharmonisan antara Undang-Undang Pemerintahan Daerah dan UU sektoral hingga banyaknya kebijakan yang masih tumpang tindih.
Misalnya, ketidaksinkronan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dengan Undang-Undang Mineral dan Batubara, Undang-Undang Cipta Kerja, lanjut Herman, justru yang menjadi sumber hambatan tidak terbentuknya harmonisasi pusat dan daerah. Ketidakselarasan regulasi itu menghambat orkestrasi antara kementerian dan lembaga dalam konteks pembinaan dan pengawasan ke daerah. Itu pula yang menyebabkan kementerian sektoral berjalan sendiri, tak selaras dengan daerah.
”Kebijakan-kebijakan strategis yang dikeluarkan oleh pusat selama ini selalu menggunakan pendekatan top-down,” ucap Herman.
Selain pada tata kelola kebijakan, letak persoalan selama ini juga pada masalah tata kelola perencanaan dan penganggaran. Pada tahun pertama, biasanya penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah atau RPJMD memerlukan waktu yang cukup lama, dan ini menjadi tantangan bagi kepala daerah.
Perencanaan daerah itu nantinya harus diturunkan ke rencana kerja pemerintah daerah (RKPD) tahunan yang diselaraskan dengan rencana kerja pemerintah (RKP) nasional. Jika sinkronisasi ini tidak tercapai, efektivitas pembangunan pusat dan daerah pun disebut akan menjadi terganggu.
”Apakah akan ada upaya review terhadap seluruh perencanaan daerah, mulai dari RPJMD sampai RKPD, apakah itu oleh pemerintah pusat itu sendiri akan direview? Itu yang menurut kami sangat menentukan kalau kita bicara keselarasan pembangunan pusat-daerah,” ujar Herman.
Dari sisi penganggaran, lanjut Herman, masih bermasalah pada kapasitas fiskal daerah. Dukungan anggaran minim dan kebutuhan pendanaan yang besar serta pendekatan insentif dan disinsentif yang tidak optimal dari pusat ke daerah.
Apalagi dengan kebijakan pemangkasan anggaran transfer ke daerah (TKD) hingga Rp 50,59 triliun yang tentu akan berdampak pada kondisi keberlanjutan fiskal di mayoritas daerah. Mayoritas pemerintahan daerah di level kabupaten/kota belum memiliki kemandirian fiskal dan masih sangat bergantung dari transfer dana dari pusat.
”Akar masalahnya itu masih ada di sejumlah kebijakan strategis dan pendekatan simetris yang diterapkan selama ini,” tutur Herman.
Menurut Herman, KPPOD terus mendorong agar pemerintah pusat menggunakan pendekatan asimetris. Dengan pendekatan asimetris tersebut, daerah akan mempunyai prioritas urusan pemerintahannya yang berbeda satu dengan lainnya sesuai dengan karakter daerah dan kebutuhan masyarakatnya. Karena itu, ia mengingatkan kepada pemerintah pusat agar program daerah yang mendesak dan butuh bantuan pusat juga jangan diabaikan.
”Misalnya, terkait pembangunan infrastruktur untuk wilayah DKI Jakarta dan provinsi-provinsi di Pulau Jawa bukan lagi jadi isu utama sehingga dana alokasi umum (DAU) mereka yang sudah ditentukan itu terkait dengan konektivitas misalnya bisa diminimalkan. Sementara provinsi-provinsi di luar Jawa justru diberi penekanan pada DAU itu. Itu yang kami propose selama ini ya,” kata Herman.
Herman melanjutkan, jika tantangan terhadap kerangka tata kelola perencanaan, penganggaran, dan kebijakan tidak diatasi, bisa berdampak pada pelayanan publik di daerah yang akan terganggu.
Ia juga mengingatkan pada pemerintah pusat agar lebih banyak membuka ruang dialog dan melibatkan pemerintah daerah dalam menyusun setiap kebijakan strategis.
”Menurut kami, itu yang juga mesti dikedepankan selama lima tahun ke depan. Ketika mengeluarkan kebijakan terkait pemerintah daerah itu mesti dilibatkan. Mirip-mirip seperti yang ditetapkan oleh MK dengan partisipasi bermakna. Artinya, lebih banyak bertanya dulu ke daerah gitu, apa yang diperlukan,” kata Herman.
Retret kepala daerah
Tak hanya melalui pilkada dan pelantikan kepala-wakil kepala serentak, pemerintah juga coba menyelaraskan kebijakan dan program pusat-daerah melalui retret kepala daerah di kompleks Akademi Militer, Magelang, setelah pelantikan besok. Retret akan digelar tujuh hari.
Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto, saat diwawancarai pada Jumat (14/2/2025), mengatakan, pembekalan bagi kepala daerah dalam retret bertujuan untuk sinkronisasi visi dan misi kepala daerah dengan Astacita yang diusung Presiden Prabowo Subianto. Dengan demikian, pembangunan di daerah bisa selaras dengan arah pembangunan nasional melalui delapan program prioritas Astacita.
Retret juga akan membekali para kepala daerah yang berasal dari beragam latar belakang dengan pemahaman tugas pokok dan fungsi pemerintah.
Tujuan penting dari retret lainnya, menurut Bima, adalah membangun hubungan atau menguatkan ikatan emosional antara semua kepala daerah. Ikatan emosional ini dinilai penting karena koordinasi akan diperlukan bukan hanya antara kepala daerah dan menteri, tetapi juga antara sesama kepala daerah.
Sumber: https://www.kompas.id/artikel/pelantikan-kepala-daerah-dominasi-kim-plus-tak-jamin-keselarasan-pusat-daerah?utm_campaign=tpd_-_ios_traffic&utm_medium=shared&utm_source=link
Dibaca 693 kali
