. Beredar SE Mendagri soal Orientasi Kepala Daerah, Retret Bisa Habiskan Rp 22 Miliar
Logo KPPOD

Beredar SE Mendagri soal Orientasi Kepala Daerah, Retret Bisa Habiskan Rp 22 Miliar

kompas.id - 14 Februari 2025

Beredar SE Mendagri soal Orientasi Kepala Daerah, Retret Bisa Habiskan Rp 22 Miliar

JAKARTA, KOMPAS – Di jagat maya, beredar surat edaran Menteri Dalam Negeri terkait rencana pelaksanaan retret bagi 505 kepala daerah hasil Pemilihan Kepala Daerah 2024 yang akan dilantik pada 20 Februari mendatang. Mengacu pada surat itu, kegiatan pembekalan bisa memakan anggaran daerah setidaknya Rp 22 miliar. Besarnya biaya yang dikeluarkan dinilai kontradiktif di tengah instruksi Presiden Prabowo Subianto untuk mengefisienkan belanja negara.

Sejak Rabu (12/2/2025), Surat Edaran Nomor 200.5/628/SJ dari Menteri Dalam Negeri yang ditujukan kepada gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota di seluruh Indonesia beredar viral di media sosial. Surat berisi soal orientasi kepemimpinan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah tahun 2025.

Orientasi kepemimpinan atau kerap disebut sebagai retret bagi 505 kepala-wakil kepala daerah hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 setelah mereka dilantik pada 20 Februari itu, berlangsung di Glamping Borobudur Internasional Golf, Magelang, selama delapan hari, tepatnya 21-28 Februari.

Dalam surat itu juga tercantum biaya kegiatan yang ditanggung bersama (cost sharing) antara Kementerian Dalam Negeri dan pemerintah daerah. Kemendagri membayar biaya penyelenggaraan kegiatan. Adapun biaya akomodasi, konsumsi, transportasi, dan perlengkapan yang harus dibawa selama pembekaan dibayar oleh kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Nilai biaya yang harus ditanggung kepala daerah sesuai dalam surat edaran itu adalah senilai Rp 2.750.000 per hari. Jika dikalikan 8 hari, total biaya yang harus dikeluarkan selama retret di Akmil, Magelang adalah Rp 22 juta per orang.

Maka, dengan jumlah peserta kepala daerah sebanyak 505 orang dari 505 daerah, biaya yang dihabiskan sekitar Rp 11,1 miliar. Namun, jika wakil kepala daerah diinstruksikan untuk ikut serta dalam retret tersebut, berarti minimal biaya yang harus dikeluarkan dari APBD sekitar Rp 22,2 miliar. Jumlah yang dikeluarkan bisa lebih besar karena kepala-wakil kepala daerah berpotensi mengajak ajudan dan timnya untuk mengikuti kegiatan itu.

Saat dikonfirmasi perihal kebenaran surat edaran itu, Wakil Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Bima Arya Sugiarto belum menjawab hingga berita ini diturunkan. Adapun Pelaksana Harian (Plh) Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Aang Witarsa enggan menjawab pertanyaan soal surat tersebut. Ia hanya menyampaikan kegiatan retret masih akan dirapatkan di Kemendagri.

Tidak efektif dan efisien
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N Suparman saat dihubungi, Kamis (13/2/2025), menuturkan, jika dilihat dari urgensinya, program retret atau orientasi kepemimpinan di Akmil Magelang itu ditujukan untuk sinkronisasi kebijakan hingga program pembangunan pusat dan daerah.

Dengan tujuan harmonisasi itu, menurutnya, program pembekalan selama delapan hari tidak akan efektif. “Tidak efektif, kenapa? Karena persoalan ketidaksinkronan pusat dan daerah selama ini, sebetulnya berakar pada kebijakan-kebijakan strategis. Misalnya, antara ketidakharmonisan antara Undang-undang Pemda dengan UU sektoral,” jelas Herman.

Ketidaksinkronan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda dengan Undang-Undang Mineral dan Batubara, Undang-Undang Cipta Kerja, misalnya, menurut Herman, justru yang menjadi sumber hambatan tidak terbentuknya harmonisasi pusat dan daerah. Ketidakselarasan regulasi itu menghambat orkestrasi antara kementerian dan lembaga dalam konteks pembinaan dan pengawasan ke daerah. Itu pula yang menyebabkan kementerian sektoral berjalan sendiri, tak selaras dengan daerah.

“Itu akar yang membuat ketidaksinkronan pusat dan daerah. Belum lagi, dalam konteks pembinaan-pengawasan pusat terhadap daerah misalnya soal perencanaan. Bagaimana menyinkronkan RPJMD dengan RPJMN? Bagaimana menyinkronkan antara Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dengan RKPD?,” tegasnya.

Jika tujuan retret diarahkan untuk menyelesaikan masalah itu, Herman pun menyebut tak akan efektif. Justru, kegiatan retret tersebut dinilainya akan memboroskan anggaran di tengah gencarnya arahan efisiensi anggaran negara.

Alih-alih mengumpulkan kepala daerah dan wakil kepala daerah di Akmil, Magelang, Presiden Prabowo Subianto bisa memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dengan membuat rapat daring misalnya dengan aplikasi Zoom meeting.

Apalagi, menurut Herman, berkaca dari program-program pembekalan selama ini, biasanya bergerak secara sektoral. Misalnya, dilakukan bersamaan dengan acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Nasional. Musrenbang Nasional bisa menjadi kesempatan bagi pemerintah pusat untuk menyampaikan program prioritas atau arahan khusus dari presiden.

“Melalui acara-acara dari kementerian-kementerian sektoral juga bisa. Di mana mereka bisanya menghadirkan pemda-pemda untuk mendengarkan program-program pusat di kementerian masing-masing. Sebab, retret serentak di masa efisiensi anggaran itu sebetulnya mubazir atau menghabiskan anggaran yang tidak adil bagi daerah,” ungkapnya.

Kegiatan itu pun bisa dianggap tidak adil karena retret yang merupakan program pusat, tetapi daerah yang harus menyiapkan anggarannya. Dari estimasi anggaran yang tercantum di surat edaran Mendagri, Herman yakin masih ada kebutuhan anggaran untuk hal-hal teknis lainnya sehingga biaya yang dikeluarkan bisa lebih besar. Itu pun tidak mungkin diambil dari kantong pribadi kepala daerah, tetapi akan dibebankan pada APBD.

“Padahal anggaran daerah itu sudah dipotong Rp 50,59 triliun sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan tentang Pembatalan Penyaluran Dana Bagi Hasil (DBH) sawit dan DBH cukai hasil tembakau. Ini sudah membuat ruang fiskal daerah semakin tertekan,” ujarnya.

Kontradiktif
Sementara itu, menurut Peneliti Forum Indonesia Transparansi Anggaran (Fitra) Gunardi Ridwan, jika dilihat dari semangat sinkronisasi program pusat dan daerah, sebenarnya tujuan retret kepala daerah bagus.

Namun, yang menjadi problem, model kegiatannya yang tidak efisien. “Kami nilai tidak hanya tidak efisien, baik secara anggaran, tetapi juga soal waktu. Apalagi, kepala daerah kan tentu harusnya punya konsentrasi untuk mengurus daerahnya pasca-dilantik,” katanya.

Selain itu, Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025 yang diteken oleh Presiden Prabowo pada 22 Januari 2025, meminta pembatasan pada perjalanan dinas dan seremonial. ”Tetapi kok pemerintah pusat justru tidak bisa memberi contoh bagi daerah. Ini kan justru bisa memicu konflik di antar tingkat pemerintahan,” tegasnya.

Fitra berharap Presiden bisa memilih cara-cara yang lebih efektif di tengah instruksinya untuk efisiensi atau penghematan anggaran negara.

“Lebih baik menggunakan cara-cara yang lebih efektif misanya memanfaatkan rapat secara daring. Kalaupun lewat tatap muka bisa dilakukan per regional. Jadi, teman-teman pusat yang ke daerah. Misalnya dimulai dari regional Sumatera. Itu akan jauh lebih efektif,” tegasnya.

Dengan pembekalan per regional, menurut Gunardi, konsekuensinya energi kepala daerah tidak terkuras. Dari sisi biaya akomodasi juga tidak akan sebanyak jika retret di satu tempat seperti di Akmil Magelang.

Opsi lainnya, bisa saja hanya gubernur yang dikumpulkan untuk mendengarkan arahan dan program dari pemerintah pusat. Kemudian, gubernur sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat yang meneruskannya ke bupati/wali kota di provinsi masing-masing. Opsi ini pun dinilai lebih efektif dalam menyampaikan kebijakan dan program pusat.

“Dalam sebuah acara diskusi atau seminar saja, ketika yang datang jumlahnya ratusan, terkadang efektivitasnya kurang. Apalagi, yang datang kepala daerah, yang secara posisi atau jabatan politis. Yang lebih paham teknis sebenarnya kepala dinas, atau sekretaris daerah karena mereka mengerti teknokratisnya,” jelasnya.

Sumber: https://www.kompas.id/artikel/beredar-se-mendagri-soal-orientasi-kepala-daerah-retret-bisa-habiskan-anggaran-rp-22-miliar


Dibaca 460 kali