Lebih Efisien, Tunda Pelantikan hingga Seluruh Proses Sengketa Pilkada di MK Tuntas
kompas.id - 7 Februari 2025
JAKARTA, KOMPAS — Keputusan Mahkamah Konstitusi untuk mempercepat jadwal pembacaan putusan sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah 2024 menjadi 24-26 Februari 2025 dari yang sebelumnya dijadwalkan pada Maret diharapkan menjadi pertimbangan pemerintah untuk memundurkan kembali jadwal pelantikan kepala daerah.
Sebab, dengan keputusan terbaru itu, selisih antara jadwal pelantikan gelombang pertama, yaitu 20 Februari, dan selesainya sengketa pilkada di MK tak sampai seminggu. Pelantikan serentak ini dinilai lebih efisien di saat masa pemotongan anggaran pemerintah selain ada sejumlah keuntungan lain yang bisa diperoleh.
Seperti diberitakan sebelumnya, MK mempercepat jadwal pembacaan putusan sengketa hasil Pilkada 2024 menjadi 24-26 Februari 2025 dari sebelumnya dijadwalkan pada Maret. Perubahan jadwal itu dicantumkan dalam Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2025 tentang Tahapan, Kegiatan, dan Jadwal Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri masih dengan keputusannya, pelantikan kepala dan wakil kepala daerah terpilih hasil Pilkada 2024 yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum, dilaksanakan pada 20 Februari 2025.
Berdasarkan data terkini, ada 296 kepala daerah terpilih yang telah ditetapkan oleh KPU daerah. Sementara itu, dari 310 perkara sengketa hasil pilkada di MK, 270 perkara di antaranya diputuskan tak dilanjutkan ke tahap pembuktian saat sidang putusan dismissal MK, 5-6 Februari 2025. Tersisa 40 perkara sengketa hasil pilkada dari 40 daerah yang putusannya akan dibacakan setelah tahap pembuktian, pada 24-26 Februari 2025.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N Suparman saat dihubungi, Kamis (6/2/2025), berpandangan, jika melihat dinamika yang terjadi sekarang, demi efisiensi anggaran, lebih baik pelantikan dilakukan serentak setelah MK selesai membacakan putusan sengketa hasil pilkada daripada membuat pelantikan dalam dua gelombang, yakni 20 Februari dan nanti setelah 26 Februari 2025.
Apalagi, jika melihat jarak waktu antara jadwal pemerintah dengan pembacaan putusan MK hanya 4-6 hari. ”Menurut kami, paling efisien itu adalah menunggu putusan MK sekalian,” ujar Herman.
Dengan demikian, hal itu pun akan sejalan dengan Instruksi Presiden No 1/2025 tentang efisiensi belanja anggaran. Dalam inpres yang diteken oleh Presiden Prabowo Subianto itu tertera instruksi untuk efisiensi anggaran hingga Rp 306,69 triliun. Pos anggaran yang diminta untuk ditinjau ulang efisiensinya itu salah satunya adalah kegiatan seremonial.
Selain itu, dengan menunggu hingga putusan MK selesai, pemerintah juga akan memberikan asas kepastian hukum.
Pasalnya, berkaca pada putusan MK Nomor 46/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada Juli 2024, MK meminta pelantikan kepala daerah terpilih harus dilaksanakan secara serentak setelah MK memutus sengketa hasil pilkada. Ketentuan pelantikan serentak itu dikecualikan bagi daerah yang harus melaksanakan pemungutan suara ulang atau penghitungan suara ulang.
”Karena pelaksanaan pilkadanya sudah serentak, pelantikannya seharusnya juga serentak. Itu yang kami dorong dengan kondisi sekarang,” tegasnya.
Pilihan untuk melantik serentak setelah putusan MK pun akan menguntungkan kepala daerah hasil Pilkada 2020. Sebelumnya, beberapa kepala daerah hasil Pilkada 2020 menyampaikan keberatan jika jadwal pelantikan dimajukan karena akan memotong hak mereka sebagai kepala daerah definitif. Dengan menanti hingga MK menyelesaikan sidang sengketa pilkada, potensi gugatan itu bisa diredam.
Pemerintah, menurut dia, masih memungkinkan untuk memundurkan lagi jadwal pelantikan karena dalam rapat terakhir dengan Komisi II DPR, hasil rapat memutuskan menyerahkan keputusan jadwal pelantikan pada pemerintah.
”Kemarin, kan, saat rapat di DPR juga tidak mengunci tanggal pelantikan. Kami mendorong kepada pemerintah untuk menunggu semua putusan MK selesai. Selain jeda waktunya tidak lama, juga untuk memitigasi resistensi dari kepala daerah yang memrotes itu di kemudian hari. Pemerintah pusat harus patuh dengan putusan MK yang final dan mengikat untuk kepastian hukum,” kata Herman.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhammad Toha, membenarkan bahwa saat rapat terakhir di DPR, Senin (3/2/2025), jadwal pelantikan kepala daerah tidak dikunci. Hal itu salah satunya untuk mengantisipasi jika ada perubahan terkini.
Namun, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyebut bahwa ada permintaan khusus dari Presiden Prabowo agar pelantikan dilakukan pada 20 Februari 2025. Menurut dia, keputusan itu sudah cukup adil dan menjadi solusi terbaik (win win solution). Sebab, keputusan itu dibuat berdasarkan hasil konsultasi Mendagri dengan MK untuk menunggu putusan dismissal yang dipercepat menjadi 4-5 Februari 2025.
”Itu solusi terbaik menurut saya (jadwal pelantikan pada 20 Februari). Kalau nanti berubah lagi sulit karena sudah berubah tiga kali jadwalnya. Jika merujuk Perpres No 80/2024, pelantikan pada 7-10 Februari. Lalu dimajukan menjadi tanggal 6 Februari. Terakhir menjadi 20 Februari,” ujar Toha.
Toha pun menyebut bahwa percepatan jadwal pelantikan kepala daerah dilakukan agar pemerintahan baru di daerah segera dimulai. Alasannya, agar daerah yang sudah terpilih dan tidak mengajukan sengketa di MK segera dilantik dan menjadi kepala daerah definitif.
Ia pun menilai pemerintah sudah berusaha mencari jalan terbaik. Sebab, dengan pilihan itu kepala daerah terpilih bisa segera dilantik dengan jumlah yang terbanyak. Jika kemudian ada yang tidak puas karena keputusan itu dan ingin mencari keadilan dengan menggugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), ia pun mempersilakan. Permasalahan itu, menurut dia, wajar karena dulu pelaksanaan pilkada belum serentak.
”Maka dari itu, kami mencari solusi diserentakkan itu meskipun keserentakannya tersebut mungkin nanti tiga kali, yaitu pertama setelah putusan dismissal, kedua setelah putusan akhir MK, dan ketiga setelah pemungutan suara ulang (PSU) atau pilkada ulang,” jelasnya.
Tetap 20 Februari
Dihubungi terpisah, Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto mengatakan bahwa skema jadwal pelantikan pada gelombang pertama tetap 20 Februari 2025. Kemudian, jadwal pelantikan selanjutnya akan disesuaikan dengan putusan MK untuk daerah-daerah yang gugatannya berlanjut di tahap pembuktian.
Menurut dia, penentuan jadwal pada 20 Februari 2025 sudah melalui tahapan konsultasi Mendagri dengan MK. Jika harus menunggu putusan MK diucapkan pada 24-26 Februari mendatang, justru akan menunggu terlalu lama bagi pihak yang tidak berperkara.
”Proses penganggaran APBD dan penyusunan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) bisa terganggu (jika pelantikan mundur lagi). Kondisi faktual di daerah ini juga yang kami pertimbangkan saat memutuskan jadwal pelantikan,” katanya.
Sumber: https://www.kompas.id/artikel/lebih-efisien-tunda-pelantikan-hingga-seluruh-proses-sengketa-pilkada-di-mk-tuntas
Dibaca 189 kali
