Hak Keuangan Daerah Bisa Distop Permanen
- 1 Januari 1970
Pemerintah terus menggodok sanksi bagi pemerintah daerah yang tak sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat. Beragam sanksi disiapkan dari teguran hingga pembekuan hak keuangan daerah secara permanen.
“Peraturan Pemerintah (PP) mengenai sanksi daerah merupakan aturan teknis dari Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,” ujar Inspektorat Jenderal (Irjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Sri Wahyuningsih di Jakarta kemarin.
Dia mengatakan bahwa PP ini akan mengatur masalah teknis pemberian sanksi. Secara umum, berkaitan sanksi terdapat di dalam UU 23/2014. “Kita butuh sekali RPP sanksi ini sehingga kita kejar terus. Banyak kepala daerah yang mbeling (bandel), makanya diperlukan,” paparnya.
Sri mengatakan, dalam rancangan yang dibuat Kemendagri setidaknya terdapat 18 sanksi. Sri pun enggan menyebutkan secara lengkap karena ada kemungkinan perubahan. Beberapa yang disebutkan mulai teguran, program pembinaan khusus, tidak dibayar hak keuangan tiga bulan atau enam bulan, hingga pemberhentian pemberian hak keuangan sementara atau tetap. “Ada 18 jenis sanksi, 18 jenis tindakan,” ungkapnya.
Dia mengatakan sanksi yang diberikan bergantung pada jenis pelanggaran yang dilakukan. Misalnya saja tidak menjalankan program strategis nasional bisa diberikan dari teguran sampai pembinaan khusus. “Kalau terlambat APBD (anggaran pendapatan dan belanja daerah), langsung tidak dibayar enam bulan hak keuangannya,” paparnya.
Namun begitu,Wakil Ketua Saber Pungli Nasional itu menegaskan pemerintah pusat tidak akan seenaknya memberikan sanksi. Dia mengatakan sebelum penjatuhan sanksi akan ada mekanisme klarifikasi dari masing-masing pemerintah daerah.”Ada klarifikasi dulu dari APIP selama 45 hari kerja. Penjatuhannya juga ada jenis-jenisnya,” ungkapnya.
Terkait dengan wewenang pemberian sanksi, Sri mengatakan mulai pemerintah provinsi, menteri dalam negeri (mendagri) sampai presiden. Dalam hal ini pemerintah provinsi berwenang memberikan sanksi bagi kabupaten/kota. “Kalau untuk gubernur oleh mendagri. Tapi untuk pemberhentian sementara atau keluar negeri tanpa izin itu presiden. Kalau kabupaten/ kota oleh pak gubernur. Ada juga mendagri,” katanya.
Saat ini Rancangan PP Sanksi sudah selesai harmonisasi di tingkat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Hanya, pihaknya masih melakukan klarifikasi dengan Sekretariat Negara (Setneg) sebelum tahap pengesahan. “Ada hal yang perlu diklarifikasi lagi dengan Setneg,“ katanya.
Menanggapi hal tersebut. Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menilai tuntasnya Rancangan PP Sanksi merupakan kabar baik. Pasalnya seharusnya aturan teknis UU Pemda sudah tuntas Oktober lalu. “Setidaknya dituntaskan salah satu aturan teknis. Ini yang kita harapkan, karena ini perbedaan utama dengan UU sebelumnya. Ini ada sanksinya lebih tegas,” katanya.
Namun begitu, dia mengingatkan jika aturan teknis ini tuntas, pemerintah pusat tidak dapat serta-merta dilaksanakan. Pasalnya sebelum pemberian sanksi, tentu daerah harus diberikan pemahaman tentang tata kelola pemerintah daerah. “Daerah perlu diberikan pemahaman dalam anggaran, pengurusan, dan peningkatan kapasitas. Sanksi kan ujung. Pusat jangan ngebet langsung ke sanksi,” ujarnya.
Dia mengatakan, aturan teknis dari UU Pemda lainnya juga harus segera dituntaskan. Hal ini agar daerah punya pemahaman kuat tentang pengelolaan. Dengan begitu, baru sanksi bisa dijalankan. “Harus seimbang. Aturan turunan clear dulu. Implementasi tidak bisa langsung sanksi, diberdayakan dulu kapasitas dan sosialisasi,” paparnya. (DA)
--- (Sumber Koran SINDO – Senin, 21 November 2016) ---
Dibaca 1009 kali