E-Perda Cegah Perda Bermasalah
- 1 Januari 1970
Kementerian Dalam Negeri dalam proses membuat pelayanan penyusunan hingga register peraturan daerah berbasis daring atau e-perda. Pemanfaatan teknologi ini untuk mencegah lahirnya perda bermasalah, selain mencegah pemborosan anggaran daerah yang kerap timbul saat pemerintah daerah menyusun perda.
’’Sebelum akhir Mei ini, kami targetkan e-perda sudah diluncurkan,” ujar Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Sumarsono, Minggu (8/5).
Menurut dia, akan ada tiga komponen penting di dalam aplikasi e-perda. Pertama, e-register. Dengan e-register, perda yang dihasilkan pemerintah daerah (pemda) bisa cepat disampaikan ke Kemendagri untuk dievaluasi dan memperoleh nomor register.
Kemudian, e-fasilitasi. Melalui komponen ini, kepala biro/bagian hukum di setiap pemda bisa menanyakan apa pun terkait perda yang sedang disusun ke Kemendagri. Dengan cara ini, bisa mendeteksi lebih dini perda bermasalah sekaligus mencegah kelahirannya.
Perda bermasalah menjadi salah satu persoalan serius pada era otonomi daerah sejak tahun 1999. Dalam beberapa bulan terakhir, Kemendagri menemukan lebih kurang 3.000 perda bermasalah. Sebanyak 200 di antaranya sudah dibatalkan Mendagri Tjahjo Kumolo, 1.500 perda lainnya dalam proses pembatalan di Biro Hukum Kemendagri, dan sisanya, sekitar 1.300 perda, menunggu proses pembatalan. Mendagri menargetkan pembatalan semua perda bermasalah bisa tuntas Juni 2016.
Tak hanya mencegah perda bermasalah, e-fasilitasi bisa menghemat waktu dan anggaran daerah. ’’Pemanfaatan anggaran daerah itu sudah menjurus ke pemborosan karena yang datang ke Jakarta itu bisa puluhan orang jumlahnya, datangnya bisa berulang kali, dan saat di Jakarta, mereka bisa berhari-hari lamanya, bahkan ketika urusan di Kemendagri sudah selesai, mereka masih di Jakarta,” paparnya.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menilai positif rencana e-perda tersebut. Pasalnya, pemanfaatan teknologi itu juga akan mendorong keterbukaan informasi dan pengawasan publik.
Namun, dia mengingatkan ada persoalan besar di balik lahirnya perda bermasalah selama ini. Persoalan itu terkait lemahnya pengawasan, baik dari Kemendagri maupun dari pemerintah provinsi, sebagai wakil pemerintah pusat di daerah terhadap perda-perda di kabupaten/kota.
“Selama permasalahan utama itu belum terselesaikan, e-perda tidak akan bisa berfungsi optimal dalam mencegah lahirnya perda bermasalah,” katanya. (APA)
--- (Sumber KOMPAS - Senin, 9 Mei 2016) ---
Dibaca 1391 kali