. Konversi ke SUN Belum Efektif
Logo KPPOD

Konversi ke SUN Belum Efektif

- 1 Januari 1970

Konversi ke SUN Belum Efektif

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng berpendapat rumusan sanksi yang sudah bergulir dari beberapa tahun silam ini hanya akan berdampak parsial karena latar belakang kasus dana idle di tiap daerah berbeda-beda.

“Dampaknya parsial sekali. Mudah-mudahan bisa menimbulkan efek jera, tapi bukan di situ masalahnya. Pemerintah pusat itu jangan terlalu terobsesi soal sanksi tapi lupa pembenahan di awal. Tidak secara otomatis belanja daerah menjadi optimal. Enggak sesederhana itu. Problemnya berlapis-lapis,” ujarnya di Jakarta, Senin (10/8).

Menurutnya, banyaknya dana yang menganggur di tiap daerah dipengaruhi beberapa kondisi antara lain masalah manajemen waktu anggaran dan proses penyusunan anggaran tiap daerah yang berbeda-beda sehingga memunculkan pola penyerapan unik per daerah.

Selain itu, masalah akses dan izin pembebasan lahan yang masih rumit sehingga menghambat penyerapan anggaran. Menurutnya, banyak rencana proyek yang terhambat akibat rumit dan lamanya pembebasan lahan sekalipun sudah ada izin.

Tak hanya faktor fiskal, sambungnya, permasalahan ekonomi politik juga berdampak besar pada semakin tingginya dana yang menganggur di tiap daerah. Dia mencontohkan ada beberapa proyek yang hanya untuk mengakomodasi beberapa kepentingan politik anggota DPRD maupun kepala daerah.

Kondisi ini, lanjut Robert, mengakibatkan beberapa SKPD melakukan politik pembiaran sebagai wujud perlawanan kepada kepentingan-kepentingan tersebut. Apalagi dengan adanya payung hukum perlindungan pada pejabat daerah untuk mempercepat penyerapan anggaran justru berpotensi mengakomodasi kepentingan tersebut.

“Analisasi situasi yang cermat. Memang tidak ada formula general untuk semua kasus, jangan dipukul rata. Bisa jadi bumerang daya serap tinggi, tapi terjadi efisiensi dengan mengorbankan kualitas belanja yang takutnya tidak berimbas pada perekonomian,” katanya.

Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih menilai konversi ke SUN justru berisiko membuat pemda tidak segera membelanjakan anggaran karena memilih menjual hingga jatuh tempo dan mendapatkan laba dari kupon.

Selain itu, langkah ini berpotensi menggangu likuiditas Bank Pembangunan Daerah karena selama ini dana pihak ketiga ditopang dari pemda karena nilainya cukup besar. “Itu menggangu juga likuiditas bank pembangunan daerah karena selama ini pemda kan tidak menyimpan di bank asing juga,” tuturnya.

Menurutnya, sanksi dari sisi dana transfer justru bisa dilakukan dengan pengurangan jumlah dana yang diberi dari pemerintah pusat. Pengurangan itu disesuaikan dengan performa belanja di tiap daerah.

Pilkada

Dirjen Perimbangan Keuangan kementerian Keuangan Boediarso Teguh Widodo mengungkapkan pelaksanaan konversi penyaluran DAU atau DBH ke dalam bentuk SBN akan diatur dalam peraturan presiden (perpres) dan peraturan menteri keuangan (PMK).

“Ditargetkan perpres dan PMK tersebut dapat segera selesai dan ditetapkan pada September 2015, sehingga pelaksanaan konversi penyaluran dana alokasi khusus (DAU) dan dana bagi hasil (DBH) dapat dilaksanakan pada tahun ini juga,” paparnya.

Adapun, setelah ditetapkanya Perpres dan PMK tersebut. Untuk 2016, pelaksanaan kebijakan konversi DAU atau DBH ke dalam SBN akan diperkuat dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang APBN 2016.

Sementara itu, Bank Indonesia memprediksi pemilihan umum daerah yang dilaksanakan secara serentak di sejumlah wilayah di Indonesia akan menyumbang lebih dari 0,3% terhadap laju perekonomian nasional.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Tirta Segara mengatakan pilkada berpeluang menyumbang kenaikan produksi domestik bruto yang jauh lebih besar dibandingkan dengan pemilu presiden pada tahun lalu.

“Belanja masyarakat dan pemerintah daerah untuk kampanye mungkin akan jauh lebih besar mengingat pada saat pemilu presiden, konsumsi didominasi oleh pemerintah pusat,” katanya, Senin (10/8).

Tirta melanjutkan berbagai sektor yang terkait dengan pilkada mulai dari sektor jasa, transportasi hingga perdagangan akan tumbuh secara positif selama semester II/2015 karena konsentrasi konsumsi selama masa pilkada bakal tertuju ke tiga sektor tersebut.

Ketiga sektor itu, menurutnya, akan menjadi tempat penyaluran kredit perbankan terbesar selama pilkada serentak 2015. “Dampak pelonggaran uang muka kredit mungkin akan sangat terasa pada kuartal IV/2015.” (YA)

 

--- (Sumber Bisnis Indonesia – Selasa, 10 Agustus 2015 – Makroekonomi) ---


Dibaca 549 kali