. Penambahan DOB Dipolitisasi
Logo KPPOD

Penambahan DOB Dipolitisasi

- 1 Januari 1970

Penambahan DOB Dipolitisasi

Menjelang Pemilu 2014, ada kecenderungan kekuatan politik lokal dan nasional bersinergi. Isu pemekaran dijadikan tawar-menawar yang saling menguntungkan.


Upaya para tokoh masyarakat di daerah mengusulkan kepada pemerintah pusat untuk menambah daerah pemekaran atau otonomi baru merupakan trik politik. Itu dijadikan alat tukar untuk menambah kekuatan politik menjelang Pemilu 2014. Dari aspek pemberdayaan dan penyejahteraan masyarakat saat ini hal itu dinilai tidak realistis.


Menurut Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng, kemarin, penambahan daerah otonomi baru bagian dari kepentingan DPR. “Kuat kepentingan politik mereka menjelang Pemilu 2014,” ujarnya.


Yang terjadi selama ini, kata dia, pemekaran daerah menjadi alat tukar baik secara politik maupun ekonomi dan bisnis. Politisi di tingkat nasional berkepentingan dalam pemekaran daerah untuk memperluas basis kekuasaan. “Karena wilayah menjadi semakin banyak. Ini menjadi instrument untuk membangun kekuatan politik local. Untuk politisi local yang kariernya mentok di daerah lama, bisa mendapat jabatan di daerah baru. Begitu juga para birokrat bisa naik jabatan. Para pengusaha juga mendapat untung dari banyak proyek di daerah baru,” urainya.


Menurut Robert, daripada membahas 65 RUU Daerah Otonomi Baru (DOB), lebih baik DPR focus pada penyelesaian 3 RUU paket otonomi daerah, yaitu RUU Pemilu Kada, RUU Desa, dan RUU Pemerintahan Daerah, juga RUU Perimbangan Keuangan. “Ini prioritas yang seharusnya dikerjakan DPR, bukan malah membentuk daerah otonomi baru. DPR sekarang betul-betul keterlaluan. Kalau RUU paket otonomi bisa selesai, itu warisan DPR. Kalau tidak, itu akan mengulang kesangsian kita bahwa pemekaran daerah hanya alat tukar antara elite politik nasional dan lokal.”


Pemekaran daerah idealnya dilakukan selektif. Pembentukan daerah baru, misalnya, bisa dilakukan pada daerah perbatasan. Hal itu penting untuk membangun kekuatan ekonomi dan basis pertahanan Negara. “Dari 65 yang direncanakan, tidak ada satu pun yang prioritas harus mekar. Kalau memang mau dimekarkan, sebaiknya dibicarakan sesudah pemilu,” tegasnya.


Target DPR

Pemikiran adanya aspek politis dari tuntutan pembahasan RUU DOB juga dikemukakan Ketua Bidang Otonomi Daerah Partai NasDem Siti Nurbaya. Menurutnya, jika dilihat pencapaian UU Pemekaran Daerah oleh DPR pada 2010, hanya 18 dari rencana Prolegnas sebanyak 70 daerah. Lalu 22 daerah dari 91 daerah pemekaran pada rencana Prolegnas 2011. Pada 2012 hanya 30 daerah dari rencana Prolegnas 69 daerah. Pada 2013 ini menurut Prolegnas sebanyak 70, tapi sampai Mei lalu baru 6 daerah. “Jadi, menurut UU DOB, 65 daerah pemekaran memang target yang harus dipenuhi DPR,” tukasnya.


Saat ini konsistensi pemerintah diuji karena bola panas persetujuan pemekaran ada pada mereka. “Sebaiknya itu tidak diloloskan,” imbuh Robert. (*/P-2)

 

--- (Sumber Media Indonesia – Senin, 28 Oktober 2013) ---


Dibaca 466 kali