Netralitas ASN Terkendala Kepala Daerah
KOMPAS - Senin, 05 Februari 2018 - 5 Februari 2018
Kepala daerah, yang merupakan jabatan politik, sesuai regulasi merupakan pejabat pembina kepegawaian yang menentukan nasib karier aparatur sipil negara.
Posisi kepala daerah sebagai pejabat pembina kepegawaian membuat aparatur sipil negara sulit diharapkan sepenuhnya netral dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah. Kepala daerah yang merupakan jabatan politik memberikan petahana peluang memengaruhi aparatur sipil negara agar turut memenangkannya dalam pemilihan kepala daerah.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng, di Jakarta, Minggu (4/2), mengatakan, menjadi satunya tanggung jawab pejabat pembina kepegawaian (PPK) pada kepala daerah adalah salah satu alasan struktural yang menyebabkan netralitas sulit terjadi di daerah. Menurut Endi, para aparatur sipil negara (ASN) merasa nasib karier dan masa depan mereka berada di tangan kepala daerah.
Dalam Pasal 375 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Otonomi Daerah disebutkan, salah satu tugas kepala daerah, dalam hal ini gubernur, adalah pembina umum dalam hal kepegawaian di daerah. Pada UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang
Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian PNS disebutkan kewenangan PPK di daerah yang cukup luas, mulai dari pengangkatan hingga pemberhentian.
Kewenangan PPK yang luas itulah, menurut Endi, membuat ASN mendekatkan diri kepada pasangan calon kepala daerah yang berpeluang besar memenangkan pemilihan kepala daerah (pilkada).
“Jadi, memang ketakutan mereka kepada kepala daerah sangat tinggi karena menyangkut hidup mereka. Kalau PPK berada di bupati atau wali kota, mereka akan takut kepada PPK dalam hal ini kepala daerah dibandingkan APIP (aparat pengawasan intern pemerintah). Sebab, nasib dan masa depan mereka ada di tangan PPK,” tutur Endi.
Banyak laporan
Pemerintah telah menerbitkan aturan, di antaranya dengan surat edaran, untuk menjaga netralitas ASN. Namun, tanpa pengawasan yang serius di lapangan, surat tersebut tidak cukup efektif menjaga netralitas ASN dalam pilkada.
Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara II (KASN) Irham Dilmy menuturkan, temuan di daerah cukup banyak ketika proses kontestasi politik di daerah baru pada tahap persiapan. Laporan yang masuk lebih banyak menyinggung netralitas PNS di daerah, terutama yang diduga menyalahgunakan kewenangannya.
Beberapa laporan yang diterima KASN sebagai bentuk ASN tidak netral dalam pilkada, misalnya, memberi tanda suka atas unggahan salah satu kandidat kepala daerah di media sosial. Irham mengatakan, ada juga yang terang-terangan mengantar pasangan bakal calon kepala daerah mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum Daerah.
Sesuai data Kementerian Dalam Negeri, ada 154 ASN yang mendaftar sebagai bakal calon kepala daerah dalam Pilkada 2018. Kemendagri juga mencatat ada 1.256 laporan dan 878 temuan pelanggaran ASN pada pilkada serentak 2017.
Pakta integritas
Selain itu, penangkapan sejumlah kepala daerah dalam kasus korupsi juga menunjukkan rendahnya keseriusan mereka membangun tata kelola pemerintahan yang akuntabel. Padahal, mereka telah membuat pakta integritas bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mencegah praktik korupsi di lingkungan kerjanya.
“Orang-orang seperti ini pada akhirnya akan tumbang satu per satu karena perilaku mereka sendiri. Karena telah mengkhianati orang yang dipimpinnya. Prosesnya berjalan seperti saringan, mana yang komitmennya palsu, mana yang serius,” kata Febri, Sabtu (3/2).
--- (Sumber KOMPAS – Senin, 05 Februari 2018) ---
Dibaca 2704 kali