Pemerintah Pusat diminta Mengatur Belanja PNS di Daerah
- 1 Januari 1970
Komite pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menilai dana alokasi umum (DAU) suatu daerah provinsi maupun kabupaten/kota tidak akan efektif. Alasannya, alokasi dasar untuk belanja pegawai negeri sipil (PNS) daerah lebih dominan dibanding celah fiskal untuk layanan publik dan pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, KPPOD mengusulkan agar alokasi dasar dikeluarkan dari formula penghitungan DAU sehingga belanja PNS daerah di atur oleh pemerintah pusat atau menjadi bagian dari APBD provinsi.
“Kalau tidak maka DAU yang terus meningkat dari tahun ke tahun tidak akan membuat masyarakat memperoleh manfaatnya”, ujar Direktur Eksekutif KPPOD Robert Endi Jaweng kepada Republika, Ahad (2/2).
Pemerintah telah menetapkan besaran DAU daerah provinsi dan kabupaten/kota melalui Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2014. Perpres ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 22 Januari 2014, yakni, Rp 341,2 triliun.
Rinciannya, untuk daerah provinsi sebesar 10 persen atau Rp 34,12 triliun dan untuk daerah kabupaten/kota sebesar 90 persen atau 307,09 triliun. Alokasi terbanyak untuk tingkat provinsi diperoleh Papua, yakni Rp 1,99 triliun. Sedangkan, alokasi terbanyak untuk tingkat kabupaten/kota diperoleh Kabupaten Bogor dengan jumlah Rp 2,05 triliun. Berdasarkan Pasal 8 Perpres 2/2014, ketentuan mengenai pelaksanaan penyaluran DAU kepada daerah masing-masing diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Robert menjelaskan, DAU masih menjadi sumber utama penerimaan daerah. Apabila ditilik dari struktur APBD daerah, kurang lebih 90 persen daerah menggantungkan harapannya kepada DAU untuk mengisi APBD. Sisanya, bergantung pada Dana Alokasi Khusus (DAK) maupun Dana Bagi Hasil (DBH). Permasalahannya , kata Robert, DAU yang disalurkan ke daerah kerap tergerus oleh masifnya belanja PNS daerah. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Dana Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, rata-rata belanja PNS daerah mencapai 48 persen dari total anggaran.
--- (Sumber Republika - Senin, 3 Februari 2014) ---
Dibaca 427 kali
