Menebar Janji Lewat Pemekaran Daerah
- 1 Januari 1970
Wajah Wakil Ketua DPRD Banten Eli Mulyadi terlihat semringah saat mengobrol dengan para wartawan di ruang kerjanya, akhir Desember 2013. “Cilangkahan masuk di DPR,” katanya.
Eli gembira karena Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pembentukan Kabupaten Cilangkahan masuk di daftar usulan DPR. Mantan Ketua Panitia Khusus Pembentukan Kabupaten Cilangkahan itu. Menganggap pengesahan kabupaten yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Lebak, Banten, ini sudah di depan mata. Perjuangan sejak tahun 2000 pun dianggap akan berakhir.
Kabupaten Cilangkahan menjadi satu dari 22 usulan daerah otonom baru (DOB) yang diajukan DPR. Pada 19 Desember 2013, DPR mengesahkan 22 RUU pembentukan DOB menjadi RUU inisiatif DPR.
Usulan pembentukan 22 DOB itu merupakan usulan kedua DPR dalam dua bulan terakhir tahun 2013. Sebelumnya, pada pertengahan Oktober lalu, DPR telah mengajukan usulan pembentukan 65 DOB.
Wakil Ketua Komisi II DPR Arif Wibowo berdalih, DPR hanya melanjutkan aspirasi masyarakat. Semenjak tahun 2009, komisi II menerima lebih dari 200 usulan pemekaran daerah.
Komisi II menilai, usulan pembentukan 87 DOB, terdiri dari 65 DOB yang diusulkan Oktober dan 22 DOB yang diusulkan Desember lalu, sudah memenuhi syarat pembentukan daerah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Pembentukan, Penggabungan, dan penghapusan Daerah Otonom. “Secara administratif sudah memenuhi syarat, tinggal nanti lihat kondisi lapangan.
Barter Suara
Pengajuan usulan pembentukan DOB menjelang pemilu bukanlah hal baru. Menjelang Pemilu 2004, misalnya, dibentuk 88 DOB. Sebanyak 87 DOB dibentuk tahun 2002-2003 dan satu DOB dibentuk tahun 2004.
Menjelang Pemilu 2009 terbentuk 56 DOB. Satu DOB disahkan tahun 2009 dan 55 DOB disahkan sepanjang tahun 2007-2008.
Fenomena serupa terulang menjelang Pemilu 2014. Sepanjang tahun 2013 sudah disahkan 15 DOB yang terdiri dari satu provinsi dan 14 kabupaten/kota. Sebanyak 15 DOB yang terbentuk itu bagian dari 19 usulan DOB yang diajukan DPR pada awal tahun 2013.
Politisi di Senayan memang sulit menolak usulan DOB. Pasalnya, pengajuan DOB menjadi bagian dari “tiket” mereka untuk mendulang suara di pemilu.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng pun menilai, pemekaran menjadi alat tukar yang dibarter dengan dukungan elite/masyarakat lokal saat pemilu. Pemekaran juga untuk perluasan distribusi kader partai ke berbagai jabatan baru di DOB. “Ini lebih banyak kepentingan rente ekonomi-politik ketimbang soal strategi pembangunan dan layanan publik,” ujarnya.
Staf Ahli Menteri Bidang Pemerintahan dan Otonomi Daerah Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Deddy S Bratakusumah juga berpendapat, para penggagas pemekaran memersepsikan DOB sebagai kekuasaan baru. Wilayah baru menjadi ajang baru untuk para politisi berkiprah, baik dengan menjadi pengurus parpol maupun anggota DPRD. Wilayah baru juga berarti ada dana alokasi umum, dana alokasi khusus, bagi hasil, dan berbagai program lain yang baru untuk daerah itu.
Tujuan tak Tercapai
Pemekaran daerah yang dibuka sejak reformasi sebenarnya ditujukan untuk menata daerah. Pemekaran diharapkan mampu mendekatkan layanan publik, mempengaruhi rentang kendali dan jarak mengadu masyarakat, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Namun, menururt Daddy, banyak daerah baru hasil pemekaran yang gagal menyejahterakan rakyat atau mengelola potensi wilayahnya secara berkesinambungan. Daerah itu lalu menjadi beban APBN.
Dengan kondisi ini, kata Endi, semestinya pemerintah berani menegaskan moratorium pemekaran daerah. Pemerintah seharusnya meminta DPR berkonsentrasi menyelesaikan pembahasan RUU Pemerintahan Daerah (Pemda) dan RUU Pilkada.
“Setelah revisi UU Pemda selesai, pembentukan DOB bisa dimulai dengan mempertimbangkan dan menyesuaikan dengan UU baru,” kata peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, R Siti Zuhro. Dia menambahkan, akan lebih baik jika pemekaran diputuskan dalam kondisi politik yang lebih jernih hingga benar-benar dilakukan untuk menata daerah.
Kenyataannya, pada akhir Desember 2013, pemerintah yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang juga Ketua Umum Partai Demokrat memutus lain. Pemerintah bersedia membahas pembentukan DOB secara selektif dan sesuai aturan bersama DPR.
Namun, kalangan DPR sendiri sebenarnya tidak yakin, 87 DOB yang mereka usulkan bisa disahkan pada tahun 2014. Jika demikian, apa artinya mengajukan usulan itu jika bukan hanya untuk menebar janji menjelang pemilu? (nta/ina)
--- (Sumber: KOMPAS - Senin, 3 Februari 2014 - Hal. Politik & Hukum) ---
Dibaca 1077 kali
