Pemangkasan TKD Mengancam Kualitas Layanan Publik dan Pembangunan Daerah
mediaindonesia.com - 10 Oktober 2025
DIREKTUR Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N Suparman menilai kebijakan pemerintah memotong transfer ke daerah (TKD) tahun depan menunjukkan kecenderungan sentralisasi politik anggaran, yang justru melemahkan kemandirian fiskal dan pelayanan publik di daerah.
Menurut dia, mayoritas pemerintah daerah saat ini tidak memiliki kapasitas fiskal yang kuat. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, 90% daerah memiliki kapasitas fiskal rendah dengan rincian 98% kabupaten, 70% kota, dan 15% provinsi.
"Dengan kapasitas fiskal rendah ini, pertumbuhan ekonominya bergantung pada belanja APBD. Artinya, ketika ada pengurangan TKD, itu akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi di daerah," ujarnya saat dihubungi, Selasa (7/10).
Herman menjelaskan, komponen paling terdampak dari pemangkasan tersebut adalah Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik dan Dana Bagi Hasil (DBH). DAK fisik yang selama ini menjadi sumber utama belanja modal untuk pembangunan infrastruktur daerah, dipangkas tajam dari Rp36 triliun menjadi hanya Rp5 triliun tahun depan. "Artinya akan sangat mengganggu belanja modal infrastruktur di daerah," tambah Herman.
Kondisi tersebut, lanjutnya, akan memaksa pemerintah daerah mengalihkan pos anggaran lain untuk menutup kebutuhan infrastruktur, sehingga pelayanan publik berpotensi terganggu. Dengan demikian, pemangkasan TKD bukan hanya menghambat pertumbuhan ekonomi, tetapi juga mengancam kualitas layanan publik dan pembangunan daerah.
Pada sisi lain, Herman menyoroti pemangkasan DBH yang dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).
Dalam aturan tersebut, DBH seharusnya ditransfer berdasarkan penerimaan tahun sebelumnya. Namun tahun depan, nilainya anjlok drastis dari Rp190 triliun menjadi Rp45 triliun. Herman mencontohkan, daerah dengan kontribusi besar terhadap penerimaan, seperti Jakarta dan wilayah kaya sumber daya alam, akan mengalami dampak paling besar akibat kebijakan ini.
Kondisi itu menurutnya memperlihatkan arah sentralisasi fiskal yang semakin kuat, sementara daerah menjadi pihak yang dikorbankan. Herman menilai argumentasi pemerintah yang menyebut pemotongan TKD akan diganti melalui belanja kementerian/lembaga (K/L) di daerah sebagai bentuk kompensasi adalah bentuk sesat nalar.
"Padahal desain kewenangan berbeda. Di daerah itu ada 32 urusan kewenangan, dan anggaran harusnya mengikuti potret urusan," tuturnya.
Kebijakan itu, kata Herman, juga bertentangan dengan Asta Cita pemerintahan Presiden Prabowo-Gibran yang salah satu poinnya menekankan penguatan desentralisasi dan otonomi daerah. Dalam RPJMN pun ditegaskan pentingnya memperkuat fondasi keuangan daerah.
Herman menilai logika fiskal pemerintah pusat terbalik. Alih-alih menahan belanja di tingkat pusat saat kondisi ekonomi melambat, justru anggaran pusat membengkak sementara dana daerah dipotong. "Kalau alasannya pertumbuhan ekonomi tidak baik, kenapa MBG anggarannya Rp300 triliun lebih, sementara TKD dipangkas hampir 25%?" tandasnya.
Sumber: https://mediaindonesia.com/ekonomi/818464/pemangkasan-tkd-mengancam-kualitas-layanan-publik-dan-pembangunan-daerah#goog_rewarded
Dibaca 134 kali