. Usulan Mendagri agar Kepala Daerah Dapat Insentif dari Proporsi PAD Dipertanyakan
Logo KPPOD

Usulan Mendagri agar Kepala Daerah Dapat Insentif dari Proporsi PAD Dipertanyakan

kompas.id - 21 Juli 2025

Usulan Mendagri agar Kepala Daerah Dapat Insentif dari Proporsi PAD Dipertanyakan

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengusulkan agar kepala daerah bisa mendapatkan tambahan penghasilan dari persentase pendapatan asli daerah atau PAD. Insentif penghasilan itu diharapkan dapat menjadi pendongkrak semangat para kepala daerah untuk menggenjot inovasi PAD. Selama ini masih banyak daerah yang bergantung pada dana transfer dari pusat.

Tito menyampaikan itu saat berpidato di acara ”Pengukuhan Dewan Pengurus Asosiasi Pemerintahan Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) 2025-2030”, di Jakarta, Kamis (17/7/2025). Usulan itu pun dipersoalkan karena sudah ada tunjangan operasional bagi kepala daerah yang didasarkan pada besaran PAD.

Menurut Tito, dana operasional kepala daerah dinilai masih belum memadai. Dana operasional untuk bupati hanya sekitar Rp 30 juta per bulan. Sementara itu, gaji pokok kepala daerah hanya sekitar Rp 5 juta.

Ia berpandangan kondisi itu tidak mencukupi untuk beban dan tanggung jawab yang diemban kepala daerah. ”(Padahal) PAD itu betul-betul hasil kerja keras kepala daerah dan timnya. Beda dengan kami di pusat yang hanya menerima dan membelanjakan anggaran,” ujar Tito.

Pada awal Juli lalu, Sekretaris Jenderal Kemendagri Tomsi Tohir membagi kapasitas fiskal daerah dalam tiga kategori, yaitu kuat, sedang, dan rendah. Daerah dengan kapasitas fiskal kuat ditandai oleh besarnya PAD yang melebihi jumlah dana transfer pemerintah pusat.

Sementara kapasitas fiskal sedang dicirikan oleh PAD yang seimbang dengan dana transfer. Adapun kapasitas fiskal rendah ditunjukkan dengan PAD yang lebih kecil dibandingkan dengan dana transfer dari pemerintah pusat.

Mantan Kapolri itu menekankan bahwa insentif kepala daerah dari realisasi PAD itu mirip sepert tantiem di BUMN. Insentif itu bisa menjadi bentuk legalisasi penerimaan kepala daerah yang sah. Hal itu sekaligus diyakini bisa mendorong mereka untuk meningkatkan PAD melalui perizinan yang mudah berikut penguatan ekosistem usaha swasta.

Walakin, ia pun sadar bahwa terhadap usulan tersebut pasti akan ada resistensi. Namun, ia juga meyakini bahwa resistensi itu bisa ditepis dengan narasi yang tepat. Masyarakat harus dibuat paham bahwa kepala daerah tidak meminta bagian tanpa kontribusi, tetapi sebagai hasil dari jerih payah mereka dalam membangun daerah.

Lebih lanjut, Tito juga menyinggung soal praktik korupsi yang kerap terjadi akibat tekanan pembiayaan tinggi saat kampanye. Sistem yang ada saat ini, menurut dia, justru mendorong kepala daerah terjebak pada praktik-praktik seperti penggelembungan anggaran, pengaturan lelang, dan permainan hibah.

Sebagai solusi sistemik, ia mengusulkan pembentukan direktorat jenderal khusus di Kemendagri untuk mengatasi persoalan badan usaha milik daerah (BUMD). Usulan ini didasari pada kondisi 40-50 persen dari 1.019 BUMD yang ada saat ini mengalami kerugian.

”Saya mengajak para kepala daerah untuk berdiskusi lebih lanjut melalui sarasehan agar dapat merumuskan jalan keluar yang realistis dan diterima oleh berbagai pihak, termasuk Presiden dan Menteri Keuangan,” ujarnya.

Beri ruang daerah
Ketua Umum Apkasi Bursah Zarnubi mengatakan, harapan dari para bupati yang tergabung dalam organisasi tersebut adalah pengawasan yang ketat dalam rangka pelaksanaan anggaran dan pembangunan. Daerah justru tidak mengharapkan pengendalian total sehingga berdampak pada hilangnya inovasi.

”Di sinilah implikasi dan komplikasi otonomi daerah yang sedang terjadi. Ke depan, pemerintah pusat harus percaya sama kami agar pemerintah pusat percayakan 100 persen bahwa kabupaten adalah bagian integrasi nasional yang tidak akan keluar dari persatuan bangsa Indonesia,” katanya.

Ia menegaskan bahwa dengan kepercayaan penuh dari pemerintah pusat, daerah bisa memaksimalkan potensi daerah untuk menyejahterakan masyarakat. Seluruh kebijakan strategis Presiden Prabowo Subianto juga akan didukung oleh pemda untuk membangun bangsa Indonesia maju di masa-masa yang akan datang.

”Seharusnya kalimat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) itu menjadi campur tangan bagi pemerintah kabupaten untuk memastikan daerah memiliki ruang yang cukup, bukan hanya dalam urusan administratif, melainkan juga dalam hal politik dan anggaran,” ujar Bursah.

Bupati Lahat, Sumatera Utara, itu juga mengingatkan pemerintah pusat bahwa segala urusan yang tidak dicantumkan bagi pusat akan menjadi kewenangan daerah. Namun, saat ini kenyataannya masih banyak kebijakan yang sentralistik. Daerah ingin membebaskan diri dari dominasi pusat, tetapi tidak berarti lepas kontrol sepenuhnya.

”Namun, kami ingin lepas dari pengendalian pusat secara sentralistik,” katanya.

Ia menyebut amanat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah semakin jauh. Semangat desentralisasi pupus di tengah guyuran regulasi tahunan dan mekanisme perizinan yang semakin dikendalikan oleh pusat.

Akibatnya, terjadi konflik di mana-mana, seperti persoalan tambang, galian C, dan dalam skema menyusun formasi pemerintah daerah. Desentralisasi kekuasaan yang dulu diperoleh dengan perjuangan setelah reformasi kini semakin jauh dari harapan.

Dalam urusan strategis nasional pun, pemda sering menjadi obyek pelaksana, bukan mitra sejajar. Kabupaten/kota sering dianggap subordinat atau anak buah pemerintah pusat sehingga tidak menyisakan ruang untuk pembangunan nasional.

”Banyak urusan mestinya dikelola dan dikoordinasikan oleh daerah, termasuk pengangkatan pejabat strategis dan prioritas anggaran pembangunan. Namun, kini, kami seolah tunduk pada keputusan pusat,” katanya.

Terpisah, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N Suparman menyoroti usulan pemberian insentif yang disampaikan Mendagri. Perlu diperjelas, insentif yang dimaksud untuk kepala daerah itu apa.

Menurut dia, jika dilihat pada aturan gaji kepala daerah untuk tunjangan operasional sudah disesuaikan menurut PAD masing-masing. Sudah ada kategorisasi, baik level gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, maupun wali kota dan wakil wali kota.

”Sudah ada kategorisasi yang mana semakin tinggi PAD yang diterima daerah, tunjangan operasional mereka juga semakin besar. Itu sudah diatur di Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000,” kata Herman.

Menurut dia, PP No 109/2000 itu sudah mengatur perbedaan perlakuan terhadap tunjangan operasional kepala daerah disesuaikan dengan jumlah PAD-nya. Oleh karena itu, gagasan dari Mendagri harus diperjelas. Sebab, gagasan itu bisa berarti insentif diberikan kepada kepala daerah atau wakil kepala daerah, tetapi bisa berarti sebagai bagian dari dana insentif yang diterima pemda.

”Perlu diperjelas insentif yang dimaksud Mendagri itu apa,” katanya.

Sumber: https://www.kompas.id/artikel/usulan-mendagri-agar-kepala-daerah-dapat-insentif-dari-proporsi-pad-dipertanyakans


Dibaca 577 kali