KPPOD: Daerah yang Anggarannya Tak Tepat Sasaran Perlu Diberi Sanksi
kompas.id - 11 November 2024
Anggaran pemerintah daerah berjumlah Rp 141,33 triliun yang dinilai tidak tepat sasaran merupakan masalah klasik yang harus ditangani secara komprehensif. Pemerintah pusat perlu memberlakukan sanksi disinsentif kepada daerah yang anggarannya tidak efektif dan efisien. Selain itu, pengawasan eksternal dari DPRD dan pelibatan masyarakat sipil juga diperlukan.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N Suparman menuturkan, ada beberapa akar permasalahan yang menjadi penyebab anggaran pemda tidak tepat sasaran. Hal itu berasal dari pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah.
Di level daerah, pemerintah pusat selama ini selalu mendorong tentang uang yang harus mengikuti program (money follow the program). Dengan cara itulah, pemda didorong untuk menetapkan program prioritas atau yang menjadi fokus setiap lima tahun sekali.
”Tujuannya agar seluruh anggaran pemda diarahkan pada program prioritas itu. Namun, dalam praktiknya, pemda menganggap hanya 32 urusan yang wajib diturunkan dalam program dan kegiatan,” kata Herman, Jumat (8/11/2024).
Terkait dengan 32 urusan yang dibagi kewenangannya antara pemerintah pusat dan daerah, hal itu diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Karena pemda hanya berfokus pada 32 urusan wajib itu saja, berapa pun kapasitas fiskal daerah tetap digunakan untuk program tersebut.
Kurang mumpuni
Sementara itu, tak dimungkiri kapasitas birokrat, aparatur sipil negara (ASN), dan kapasitas penyelenggara daerah baik kepala daerah maupun DPRD juga kurang mumpuni. Kepala daerah kerap tidak punya kapasitas, fokus, dan karakter untuk membawa perubahan sehingga yang dijalankan dari tahun ke tahun sifatnya hanya rutinitas. Adapun DPRD-nya juga tidak menjalankan fungsi pengawasan dengan baik.
”Seharusnya masalah-masalah kebocoran anggaran, efektivitas layanan publik, dan efektivitas program daerah menjadi obyek pengawasan DPRD,” katanya.
Fenomena yang terjadi di pemerintah daerah, ujarnya, adalah belum terciptanya tata kelola yang baik terkait akuntabilitas dan transparansi dalam proses penganggaran. Proses-proses awal penganggaran seperti musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) mulai dari level desa, kelurahan, kota/kabupaten sampai level provinsi tidak berjalan. Masukan dari masyarakat tidak benar-benar dideliberasi atau bahkan diprioritaskan dalam perencanaan sehingga tidak masuk dalam dokumen perencanaan pembangunan pemda.
Masalah lain yang ditemukan oleh KPPOD adalah ketidakefektifan anggaran merupakan masalah klasik yang terus berulang. Namun, secara struktural, respons dari pemerintah pusat juga kurang efektif. Idealnya, pemerintah pusat merespons masalah itu dengan pendekatan insentif dan disinsentif. Daerah yang dinilai dalam proses itu mengalami kebocoran atau inefektivitas pelayanan publik seharusnya diberikan sanksi yang menimbulkan efek jera.
Kinerja pemda juga perlu dievaluasi oleh pemerintah pusat dengan cara setiap perencanaan daerah perlu melibatkan unsur-unsur nonpemerintah. Selama ini, evaluasi rancangan pembangunan daerah hanya terjadi di internal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Padahal, jika ingin pengawasan lebih efektif, perlu melibatkan atau membuka akses terhadap kelompok lain, baik akademisi, kelompok masyarakat sipil, maupun media massa untuk melakukan peninjauan terhadap dokumen perencanaan daerah.
”Kalau (review) hanya antara pemerintah pusat dan daerah, menurut kami, bisa terjerumus di dalam kepatuhan administratif, tidak sampai pada level substantif. Ini yang mungkin perlu diperhatikan oleh pemerintah pusat ke depan,” katanya.
Rekomendasi lain bagi pemerintahan baru Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, menurut Herman, adalah pemerintah pusat juga perlu menyisir program yang pelaksanaannya kerap tumpang tindih antara satu dan yang lainnya. Sebab, dalam pelaksanaannya di lapangan program pembangunan desa dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi kerap tumpang tindih dengan program kementerian dan lembaga sektoral lainnya.
Buruknya proses perencanaan
Peneliti Forum Indonesia Transparansi Anggaran (Fitra), Gunardi Ridwan, menambahkan, tidak tepat sasarannya anggaran pemda bisa disebabkan buruknya proses perencanaan. Hal itu menyebabkan program tidak sesuai dengan prioritas pembangunan dan tidak menyelesaikan persoalan di daerah.
”Intervensi politik dan korupsi juga dapat mengurangi efektivitas anggaran. Sebab, program yang dibuat hanya berputar ke pihak-pihak tertentu. Tentunya juga ada faktor pengawasan yang lemah,” kata Gunardi.
Oleh sebab itu, menurut dia, diperlukan pembangunan sistem yang tidak hanya memperkuat keterlibatan masyarakat sejak proses awal, yaitu perencanaan. Sistem bisa dibuat dengan memanfaatkan teknologi informasi agar publik dapat mengawal dan mencegah kecurangan.
Sebelumnya diberitakan, Presiden Prabowo Subianto meminta jajarannya di kementerian/lembaga dan para kepala daerah untuk mengefisienkan anggaran. Pasalnya, hasil pengawasan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada 2023 ditemukan belanja daerah yang tak efektif dan efisien mencapai Rp 141,33 triliun. Anggaran hasil penghematan bisa untuk menambah alokasi bantuan sosial.
Arahan untuk mengefisienkan anggaran disampaikan Presiden Prabowo dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di Sentul, Kabupaten Bogor, Kamis (7/11/2024).
Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh dalam paparannya di salah satu panel di rakornas mengatakan, hasil pengawasan BPKP pada belanja daerah pada 2023, khusus untuk lima sektor, ditemukan total belanja yang tidak efektif dan tidak efisien mencapai Rp 141,33 triliun dari total pagu Rp 261,96 triliun. Kelima sektor itu adalah ketahanan pangan, program peningkatan daya saing pariwisata, pemberdayaan UMKM, penurunan stunting, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.
Selain penyampaian arahan Presiden, diselenggarakan pula beberapa sesi panel yang diisi para menteri dan kepala badan. Dalam sesi panel ketiga, Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar menyampaikan kembali pesan Presiden untuk efisiensi anggaran dan penutupan segala kebocoran anggaran. Apabila hal ini berhasil, diharapkan akan ada tambahan bantuan sosial.
”Kita berharap ini sukses dan paling tidak kita berdoa (tahun) 2025 ini akan ada tambahan bantuan sosial, moga-moga, bisa sampai Rp 100 triliun. Amin,” ujarnya (Kompas.id, 7/11/2024).
Sumber: https://www.kompas.id/artikel/kppod-daerah-dengan-anggaran-tak-tepat-sasaran-perlu-diberi-sanksi
Dibaca 83 kali