OTT KPK di Kalsel: Enam Orang Ditangkap, Lebih dari Rp 10 Miliar Disita
kompas.id - 8 Oktober 2024
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap enam orang yang diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan barang/jasa di Kalimantan Selatan. KPK mengamankan uang lebih dari Rp 10 miliar dalam operasi tangkap tangan ini.
Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di Jakarta, Senin (7/10/2024) sore, mengatakan, KPK menangkap enam orang yang terdiri dari empat penyelenggara negara dan dua swasta dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Kalsel pada Minggu (6/10/2024) malam. Dua di antara mereka sudah diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Dari pantauan Kompas, dua orang itu keluar gedung pada Senin malam dengan mengenakan rompi oranye khas tahanan KPK dan tangan diborgol. Mereka masuk ke mobil tahanan. Tidak lama kemudian, empat orang lainnya tiba di Gedung Merah Putih KPK. Keempat orang itu juga mengenakan rompi oranye dan tangan diborgol. Keenam orang itu tidak mengeluarkan sepatah kata pun saat diberondong pertanyaan oleh wartawan.
Menurut Tessa, OTT KPK umumnya terkait dengan suap. Namun, ia belum bisa menjelaskan lebih detail perkara ini.
Saat dihubungi, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengungkapkan, KPK menyita uang lebih dari Rp 10 miliar. Jumlah persis belum bisa dipastikan karena penghitungan belum selesai. Uang itu diduga pemberian dalam pengadaan barang/jasa pembangunan di Kalsel.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata juga menyebut OTT KPK di Kalsel terkait dengan pengadaan barang/jasa.
Menurut dia, belum ada solusi jitu untuk menghilangkan praktik korupsi pengadaan barang/jasa.
”Persekongkolan penunjukan pelaksana proyek dengan permintaan sejumlah fee (biaya) oleh penyelenggara negara menjadi praktik yang lazim dalam PBJ (pengadaan barang/jasa)”, jelas Alexander.
Kasus korupsi pengadaan barang/jasa sering terjadi. KPK sejak 2004 sampai dengan 2024 sudah menangani 394 perkara korupsi terkait dengan pengadaan barang/jasa. Jenis perkara ini menjadi yang tertinggi kedua di bawah kasus gratifikasi/penyuapan dengan 1.035 kasus.
Menurut peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Wana Alamsyah, kasus korupsi dalam pengadaan barang/jasa masih terjadi karena belum ada solusi di tingkat hulu, yakni proses pembahasan rancangan anggaran dan perencanaan. Dalam proses perencanaan biasanya sudah dikondisikan seperti dengan menyusun syarat kualifikasi yang hanya dapat dimenangi oleh penyedia tertentu.
Modus lain yang sering terjadi adalah penyelenggara negara memberikan proyek dengan imbalan fee ketika perusahaan mendapatkan pekerjaan. ”Sering kali perusahaan yang dimenangkan itu hanya bersifat arisan,” kata Wana.
Ia mencontohkan, penyelenggara negara aktif memberikan proyek kepada lima perusahaan secara bergilir setiap tahun. Penyelenggara negara tinggal mendapatkan fee dari sejumlah proyek yang dimenangi oleh perusahaan.
Hal senada diungkapkan Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N Suparman. Kasus dugaan korupsi dalam pengadaan barang/jasa menjadi persoalan klasik yang hampir terjadi di setiap perkara korupsi di daerah ataupun kementerian.
Selama ini, sudah ada pengadaan barang/jasa berbasis digital, seperti lelang berbasis sistem elektronik atau e-procurement, dengan harapan ada perbaikan dari sisi transparansi dan akuntabilitas.
”Tetapi, yang jadi catatannya adalah proses-proses yang berbasis digital ini tidak mampu menutupi ruang-ruang di mana orang bisa melakukan permufakatan jahat untuk kepentingan pengadaan itu,” kata Herman.
Menurut Herman, tidak ada yang menjamin penyedia atau pelaku usaha berkontak dengan pengambil kebijakan di luar sistem digital. Karena itu, ke depan perlu diperkuat pengawasannya, mulai dari perencanaan, pengadaan, pelaksanaan, hingga pelaporan keuangan dan audit.
Sebagai contoh, pengawasan dalam tahapan perencanaan tidak hanya melibatkan aparat penegak hukum atau inspektorat yang bersifat internal, tetapi juga melibatkan unsur eksternal. Dalam hal ini, perlu dibentuk kelompok pengawas yang melibatkan akademisi, media massa, atau kelompok masyarakat sipil tertentu untuk memantau.
Herman menegaskan, dalam tahapan perencanaan, harga perkiraan jangan hanya ditentukan oleh penyedia dan pemerintah, tetapi perlu dilihat oleh pengawas eksternal sehingga harga dasar yang ditentukan valid dan akuntabel karena sudah ditinjau oleh para pemangku kepentingan.
Sumber: https://www.kompas.id/baca/polhuk/2024/10/07/ott-kpk-di-kalsel-enam-orang-ditangkap-lebih-dari-rp-10-miliar-disita
Dibaca 226 kali