Daerah Belum Memiliki Perencanaan Khusus Terkait Investasi Hijau
kompas.id - 31 Juli 2024
Investasi hijau menjadi salah satu instrumen determinan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan 2030 dan net zero emission 2050. Namun, sampai sekarang pemerintah daerah belum memiliki perencanaan khusus terkait investasi hijau.
Hal tersebut terangkum dalam kajian terkait “Investasi Hijau dalam Mitigasi-Adaptasi Perubahan Iklim dan Dampaknya: Kajian Kebijakan dan Implementasi di Daerah.” Kajian tersebut dilakukan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) dan didiseminasikan dalam seminar nasional di Jakarta, Selasa (30/7/2024).
Analis Kebijakan KPPOD Sarah Nita Hasibuan menyampaikan, sampai saat ini masih ada masalah terkait ketidakpastian perizinan dan regulasi serta belum tersedianya peraturan khusus tentang investasi hijau. Di sisi lain, data Prospek Transisi Energi Indonesia (IETO) menunjukkan, realisasi investasi hijau untuk energi terbarukan juga belum memenuhi target.
“Berangkat dari konteks tersebut, kami melakukan kajian untuk melihat bagaimana implementasi investasi hijau di pusat maupun daerah dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Kemudian bagaimana tata kelola investasi hijau serta model strategi kebijakan dan kelembagaannya,” ujarnya.
Dalam kajian ini, KPPOD mengumpulkan data primer melalui diskusi grup terfokus (FGD) dan wawancara mendalam serta data sekunder melalui dokumen resmi pemerintah. Penelitian dilakukan di 7 daerah yang meliputi 3 provinsi, 3 kabupaten, dan 1 kota.
Hasil kajian terhadap daerah tersebut menunjukkan, pemerintah daerah belum memiliki perencanaan khusus terkait investasi hijau. Perencanaan terkait investasi hijau masih tergabung dalam dokumen di daerah seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang atau Menengah Daerah (RPJPD/RPJMD).
Dari aspek anggaran, pemda juga belum mengalokasikan anggaran khusus terkait investasi hijau. Anggaran untuk mendukung investasi hijau dan mitigasi perubahan iklim secara implisit termuat dalam program lain. Akan tetapi, terdapat satu pemda, yakni Jawa Tengah yang telah memiliki skema kemitraan untuk pembiayaan transisi energi.
Selain itu, di level pusat, hasil kajian ini menunjukkan pemerintah belum memiliki dokumen perencanaan khusus investasi hijau. Perencanaan investasi hijau saat ini hanya mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2012 tentang Rencana Umum Penanaman Modal, rancangan akhir RPJMN 2025-2029, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Industri Hijau, dan Kesepakatan Paris 2015.
Kemudian belum ada juga anggaran khusus pelaksanaan investasi hijau. Untuk mendukung pelaksanaan investasi hijau, pemerintah pusat menggunakan anggaran pada setiap kementerian/lembaga baik melalui APBN maupun non APBN.
“Kami memetakan faktor pendukung investasi hijau. Sebagian besar stakeholder sepakat bahwa faktor pendukung investasi hijau yang paling penting yaitu dukungan politik pimpinan daerah, ketersediaan sumber daya alam, dan dukungan pimpinan perusahaan,” ucapnya.
Dasi hasil kajian ini, secara khusus KPPOD merekomendasikan agar peta jalan investasi hijau menjadi bagian Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah Nasional (RPJPN) dan (RPJMN). Di sisi lain, dari aspek kebijakan, perlu juga memasukkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Iklim dan RUU Masyarakat Adat menjadi prioritas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Terintegrasi
Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Vivi Yulaswati mengatakan, pembangunan rendah karbon yang bertujuan menanggulangi dampak perubahan iklim telah diintegrasikan ke dalam perencanaan pembangunan.
“Untuk 2045 sampai 2060 kita sudah mengembangkan strategi baru dalam RPJPN. Semua program sudah diarahkan untuk mendukung pencapaian net zero emission pada 2060 atau lebih cepat,” katanya.
Vivi menyebut, tercapainya ekonomi hijau di Indonesia akan memberikan manfaat, yakni penurunan emisi sebanyak hampir 100 miliar ton setara karbondioksida (CO2e). Sementara dari aspek ekonomi, ekonomi hijau dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan produk domestik bruto dengan rata-rata sebesar 6,1-5,5 persen per tahun sampai 2050.
Direktur Penghimpunan dan Pengembangan Dana, Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) Endah Tri Kurniawaty menambahkan, program pembangunan ramah lingkungan selama ini sudah dimasukkan dalam perencanaan melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
“Dalam aspek perencanaan, kita sudah ada, tinggal komitmen implementasi investasi hijau yang masih perlu diperdalam. Jadi, perlu ada pengawasan dan asistensi dari semua pihak. Kami mendukung dengan membuat framing apa saja yang bisa didanai oleh BPDLH,” katanya.
Sumber: https://www.kompas.id/baca/humaniora/2024/07/30/daerah-belum-memiliki-perencanaan-khusus-terkait-investasi-hijau
Dibaca 146 kali