Logo KPPOD

Tenggat Terlampaui, PP Belum Juga Diusulkan

kompas.id - 30 Agustus 2022

Tenggat Terlampaui, PP Belum Juga Diusulkan

Tenggat 30 hari bagi Menteri Dalam Negeri melaksanakan tindakan korektif yang diminta Ombudsman RI akibat temuan malaadministrasi dalam pengangkatan penjabat kepala daerah telah terlampaui. Namun, tindakan korektif yang diminta, terutama mengusulkan pembuatan peraturan pemerintah terkait pengangkatan penjabat,tak dilaksanakan. Mendagri berkukuh membuat peraturan mendagri sebagai aturan teknis pengangkatan penjabat.

Anggota Ombudsman RI (ORI), Robert Na Endi Jaweng, Senin (29/8/2022), mengatakan, ORI meminta peraturan pemerintah (PP) sebagai salah satu tindakan korektif karena Pasal 86 Ayat (6) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan peraturan pemerintah, bukan peraturan mendagri (permendagri), sebagai payung hukum dari hal-hal yang terkait pengangkatan penjabat.

Pada pertengahan Juli lalu, ORI merilis laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) terkait pengaduan soal pengangkatan penjabat kepala daerah. Di dalamnya, ORI memaparkan temuan malaadministrasi dalam pengangkatan penjabat.

Untuk itu, ORI meminta Mendagri melaksanakan sejumlah tindakankoreksi. Salah satunya, meminta Mendagri menyiapkan naskah usulan pembentukan PP terkait pengangkatan, lingkup kewenangan, evaluasi kinerja, hingga pemberhentian penjabat kepala daerah. LAHP ini telah diserahkan ke Mendagri pada 19 Juli dan Mendagri diberi tenggat 30 hari untuk melaksanakan tindakan koreksi (Kompas, 20/7/2022).

Robert melanjutkan, payung hukum PP penting karena pengangkatan penjabat kepala daerah tidak hanya oleh Mendagri, tetapi juga Presiden. Karena itu, Presiden tak mungkin menjalankan kewenangan penetapan mengikuti tata cara yang diatur Mendagri dalam permendagri. Selain itu, aturan yang juga seharusnya direvisi adalah PP No 49/2008 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala/Wakil Kepala Daerah, bukan hanya permendagri. 

”PP karena muatan materinya tidak sekadar tata cara pengisian atau pengangkatan penjabat kepala daerah, tetapi juga nanti ketika dia di dalam bicara tentang lingkup dan batasan kewenangan penjabat kepala daerah, kemudian bicara tentang evaluasi kinerja dan implikasi dari evaluasi kinerja ini, kemudian pemberhentian dari penjabat kepala daerah. Itu semua materi muatan levelnya PP, bukan permendagri,” kata Robert.

Adapun menyangkut tenggat 30 hari bagi Mendagri untuk melaksanakan tindakan korektif yang telah terlampaui, Robert mengatakan, ORI baru akan membahasnya pada Selasa (30/8). ”Besok siang kami bahas,” tambahnya, Senin (29/8). 

Sejak Mei hingga Agustus ini, total sudah 71 penjabat kepala daerah yang diangkat. Menyusul pada September hingga akhir tahun ini akan ada 30 kepala-wakil kepala daerah yang berakhir masa jabatannya. 

Adapun total hingga 2023, ada 271 kepala-wakil kepala daerah yang berakhir masa jabatannya. Penjabat akan memimpin daerah hingga Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2024 tuntas digelar.

Persoalan akuntabilitas 

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N Suparman mengatakan, belum dibuatnya PP berpotensi berdampak terhadap dinamika pengangkatan penjabat kepala daerah ke depan. ”Ketiadaan PP ini tentu akan membuka potensi masalah yang sangat besar terkait dengan pertanyaan publik soal akuntabilitas, transparansi, dan soal partisipasi publik dalam proses pengangkatan itu,” kata Herman.

Selain itu, belum adanya PP juga akan membuka kegamangan publik terkait kewenangan dari para penjabat kepala daerah. Kemudian, seperti tindakan korektif yang diminta ORI, evaluasi kinerja penjabat kepala daerah juga harus dimuat di dalam PP tersebut. 

Hal itu berguna untuk melihat kerangka pengukuran, variabel, indikator penilaian, dan keterlibatan pemangku kepentingan dalam proses evaluasi.

Herman juga mempertanyakan Kemendagri yang menunggu laporan kinerja dari para penjabat kepala daerah.

Hal itu pun menjadi salah satu catatan negatif dari KPPOD terkait pengangkatan penjabat sejak Mei lalu karena tidak ada ukuran yang menjamin kebenaran dari laporan para penjabat kepala daerah terebut.

Untuk lebih membuat laporan itu akurat, seharusnya publik, khususnya DPRD, dilibatkan dalam memberikan evaluasi kinerja penjabat kepala daerah tersebut. ”Kalau hanya berdasarkan laporan dari penjabat ini, kemungkinan, ya, baik-baik semua,” kata Herman.

Pengajar hukum tata negara Universitas Andalas, Khairul Fahmi, menegaskan, pembentukan PP menjadi satu-satunya jalan untuk memberikan kepastian hukum agar pemerintah pusat tidak dipertanyakan lagi dalam pengangkatan penjabat kepala daerah.

Sebab, teknis soal pengangkatan penjabat tidak diatur dalam undang-undang. Adapun PP No 49/2008 sudah ketinggalan dengan perkembangan kebutuhan hukum pada saat ini.

Tetap permendagri 

Kemendagri tetap pada sikapnya menggunakan permendagri sebagai payung hukum dari peraturan teknis pengangkatan penjabat kepala daerah. 

Staf Khusus Mendagri Bidang Politik dan Media Kastorius Sinaga mengatakan, Kemendagri telah selesai menyusun rancangan permendagri itu. Di dalamnya sekaligus mengakomodasi butir-butir pertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penjabat yang dibacakan akhir April lalu.

Saat itu, MK memerintahkan pemerintah menerbitkan peraturan pelaksana mengenai pengisian penjabat. Aturan pelaksana itu harus menyediakan mekanisme dan persyaratan yang terukur dan jelas. Selain itu, aturan pelaksana juga harus dapat memberikan jaminan bagi masyarakat bahwa mekanisme yang dilakukan sudah transparan dan akuntabel (Kompas, 21/4/2022).

”Status rancangan permendagri tersebut sedang dalam tahap akhir harmonisasi dengan Kementerian Hukum dan HAM. Dan, seusai mendapat persetujuan dari Presiden lewat Sekretariat Kabinet atas permendagri tersebut, maka akan ditandatangani oleh Bapak Mendagri. Ini sedang di tahap final,” kata Kastorius.

Ia berdalih, dalam penyusunan aturan tersebut telah pula memperhatikan masukan dan aspirasi dari masyarakat sipil serta para pakar pemerintahan dan pakar hukum.

Adapun menyangkut kinerja para penjabat kepala daerah yang dilantik sejak Mei lalu, Kemendagri kini tengah menunggu laporan kinerja mereka.

Laporan dari penjabat bupati/wali kota akan diserahkan ke Mendagri melalui gubernur, sedangkan laporan penjabat gubernur diserahkan kepada Presiden melalui Mendagri.

Laporan itu akan dievaluasi oleh Inspektur Jenderal Kemendagri bersama tim otonomi daerah. Ada beberapa variabel pokok penilaian, mencakup aspek pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan.

Setiap aspek itu lantas dirinci dalam sejumlah indikator penilaian yang dikelompokkan dalam masa sebelum dan sesudah tiga bulan menjabat agar kinerja penjabat bisa diketahui secara terukur. 

Sumber: Harian Kompas edisi 30 Agustus 2022.


Dibaca 184 kali