. Dana Desa Menurunkan Angka Kemiskinan dan Pengangguran
Logo KPPOD

Dana Desa Menurunkan Angka Kemiskinan dan Pengangguran

investor daily - 29 Juli 2022

Dana Desa Menurunkan Angka Kemiskinan dan Pengangguran

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, angka kemiskinan dalam rentang 2014—sebelum Dana Desa dikucurkan—hingga tahun ini tercatat mengalami penurunan. 

Pada September 2014, tingkat kemiskinan di perdesaan masih di angka 13,76%, sedangkan pada Maret 2022 tercatat turun menjadi 12 ,29% atau berkurang hampir 1,5% poin. Tingkat pengangguran terbuka di perdesaan juga mengalami penurunan dari 4,93% pada 2015 menjadi 4,17% pada 2021.

Sementara itu, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) mencatat, selama 2015 hingga 2022 terjadi kenaikan status desa secara signifikan. 

Desa Sangat Tertinggal berkurang 8.471 desa, dari 13.453 desa menjadi 4.982 desa. Desa Tertinggal berkurang 24.008 desa, dari 33.592 desa menjadi 9.584 desa. Desa Berkembang bertambah 11.020 desa, dari 22.882 desa menjadi 33.902 desa. Desa Maju bertambah 16.641 desa, dari 3.608 desa menjadi 20.249 desa. Sedangkan Desa Mandiri bertambah 6.064 desa, dari 174 desa menjadi 6.238 desa.

Alhasil, semua itu membuat pemulihan ekonomi Indonesia dari hantaman pandemi Covid-19 pun bisa berlangsung relatif lebih cepat dibanding negara-negara lain. Meski sempat tumbuh -5,32% pada kuartal II-2020 dan terus negatif tiga kuartal berikutnya, perekonomian Indonesia kembali tumbuh positif pada kuartal II-2022 yaitu sebesar 7,07%.

Kemudian perekonomian tumbuh 3,51% pada kuartal III-2022, 5,02% pada kuartal IV-2022, 5,01% pada kuartal I-2022, dan banyak yang memperkirakan tetap tumbuh di atas 5% pada kuartal II-2022. 

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan menyatakan, sebelumnya banyak masyarakat yang tidak sadar bahwa Dana Desa yang diberikan kepada 74.960 desa itu, terlah menciptakan perputaran uang hingga ratusan miliar di satu kabupaten. Sehingga, keberadaan Dana Desa selama tujuh tahun itu memberi dampak yang luar biasa seperti jumlah Desa Mandiri meningkat dan gencarnya pembangunan infrastruktur desa seperti jembatan dan jalan desa. 

“Sehingga, kenapa kita tidak ribut waktu kita kena Covid-19 dua tahun ini. Saya baru sadar bahwa (Dana Desa) ini (yang) membuat ekonomi kita lebih kuat.  

Sehingga, tahun depan angka Dana Desa itu akan ditambah lagi, karena dana itu langsung turun ke bawah. Lah ini pemerataan yang disebut Ekonomi Pancasila dari Profesor Mubyarto (almarhum) dari UGM,” ujar Luhut pada acara perkenalan dan silaturahmi pengurus Kadin Indonesia Komite Tiongkok (KIKT) di Jakarta, baru-baru ini. 
 
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertingga,l dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar mengungkapkan, Dana Desa direncanakan meningkat menjadi Rp 72 triliun pada 2023, setelah menurun jadi Rp 68 triliun pada 2022. Ini sesuai dengan UU Nomor 6/2914 tentang Desa bahwa jumlah Dana Desa adalah proporsi 10% dari alokasi keuangan negara ke daerah. “Sejak 2017 dana desa sudah sesuai dengan regulasi proporsi tersebut. Naik-turunnya dana desa hanya dipengaruhi oleh alokasi APBN ke pemerintah daerah,” kata Abdul Halim.

Sejak 2015 hingga tahun ini, total alokasi Dana Desa dalam APBN tercatat sebesar Rp 469,78 triliun. Dari total dana itu, yang tersalur sebesar Rp 433,89 triliun atau 92,3% karena realisasi 2022 baru berlangsung hingga Juni 2022. 

Sedang bila realisasi Dana Desa periode 2015-2021 dibandingkan alokasi periode yangsama, tercatat di angka 99,5%. Bila merujuk data 2020, rata-rata Dana Desa per desa adalah Rp 960,6 juta, sedangkan Dana Desa tertinggi Rp 5,49 miliar (Desa Respen Tubu, Kalimantar Utara) dan terendah Rp 675,8 juta (Desa Keude Ie Leubeue, Aceh). Senada dengan Luhut, Abdul Halim juga menyebut bahwa Dana Desa menjadi salah satu kunci perekonomian nasional menjadi kuat, khususnya dalam menghadapi pandemi Covid-19 dalam 2,5 tahun terakhir. Apalagi, selama pandemi Covid-19, yakni pada 2020-2021, pemerintah menyalurkan dana desa sebesar Rp 146,01 triliun terhadap 74.960 desa.

Dari jumlah tersebut, sebanyak Rp 8,92 triliun atau 6,24% dimanfaatkan untuk menjaga kesehatan di desa pada kegiatan Desa Tanggap Covid-19, sebesar Rp 71,96 triliun atau 50,25% digunakan untuk membangun infrastruktur desa, serta sebanyak 29,58% dari nilai tersebut atau Rp 21,29 triliun untuk kegiatan Padat Karya Tunai Desa (PKTD). 
“Sedangkan Dana Desa yang disalurkan langsung kepada penduduk desa melalui program Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa tahun 2020-2021, mencapai Rp 43,84 triliun atau 30,62%,” ucap Abdul Halim saat dihubungi Investor Daily pada Rabu (27/7/2022). 

Selama pandemi Covid-19, pemanfaatan Dana Desa untuk BLT Dana Desa dan PKTD berperan penting dalam menanggulangi kemiskinan dan pengangguran di desa. Dampaknya, BLT Dana Desa lebih menurunkan kemiskinan di desa turun (0,32%) dari pada di kota yang naik 0,91% sepanjang pandemi Covid-19 pada tahun 2020-2021. Dalam periode yang sama, PKTD menahan laju naiknya tingkat pengangguran terbuka di desa lebih rendah (naik 0,25%) daripada kota (naik 2,03%) sepanjang pandemi Covid-19. 

“Dana Desa yang disalurkan langsung kepada keluarga miskin dalam Program BLT Dana Desa tahun 2020-2021, mencapai Rp 43,84 triliun. BLT Desa telah diberikan kepada 8.048.126 keluarga miskin pada tahun 2020, dan kepada 5.623.426 keluarga miskin pada tahun 2021,” tutur Abdul Halim. 

Manfaat Nyata Dia mengatakan, berdasarkan studi dari perguruan-perguruan tinggi yang berkonsentrasi ke desa (Pertides) dari seluruh provinsi, tercatat sejumlah manfaat nyata dana desa. Pertama, mempermudah dan mempercepat transportasi orang dan barang, karena sepanjang 2015-2021 terbangun 308.490 kilometer jalan desa, 1.583.215 meter jembatan, dan 7.384 unit tambatan perahu. 

Kedua, meningkatkan produksi pertanian, setelah terbangun 5.371 unit embung dan 80.120 unit saluran irigasi tersier. Ketiga, memudahkan pemasaran produk desa, terutama produk pertanian, karena terbangun 12.244 unit pasar desa, serta pengembangan 42.317 unit kegiatan BUM Desa. Keempat, mitigasi bencana hidrologi setelah terbangun 247.686 unit penahan tanah, dan 45.517.578 meter drainase. 

Kelima, memperluas kegiatan lembaga kemasyarakatan seperti kelompok olahraga setelah dibangun 29.210 unit sarana olah raga. Keenam, meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan dengan membangun 1.207.423 unit prasarana air bersih, 443.884 unit prasarana MCK, membangun 14.401 unit Polindes, 42.007 unit Posyandu, serta 74.289 unit sumur. 

“Serta meningkatkan pendidikan balita, dengan 66.430 kegiatan PAUD,” imbuh Abdul Halim. 

Kemendes PDTT terus berupaya agar Dana Desa bisa cepat tersalur dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan warga. Oleh karena itu sejak tahun 2020 dana desa langsung diterimakan dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas Desa (RKD), tanpa mengendap ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) seperti periode sebelumnya. 

Selain itu, termin penyaluran dibalik menjadi 40%:40%:20%, berbeda dari sebelumnya 20%:40%:40%. Desa yang tergolong Mandiri menurut Indeks Desa Membangun mendapatkan afirmasi positif berupa penyaluran hanya dua termin, yaitu 60%:40% agar Dana Desa efektif untuk menangani masalah atau meningkatkan potensi desa. 

“Desa mengumpulkan data, yang diolah dan dianalisis secara elektronik oleh Kementerian Desa PDTT, lalu menghasilkan rekomendasi pembangunan untuk didialogkan dalam musyawarah desa,” ucap Abdul Halim. 

Dia mengatakan, sejak 2022 arah kebijakan pembangunan desa adalah SDGs Desa, sesuai Permendesa Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pedoman Umum Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Fokus pembangunan dari masing-masing desa di Indonesia sesuai olahan rekomendasi SDGs Desa, sehingga unik dan berbeda-beda bagi setiap desa. 

Pemulihan Ekonomi Secara nasional, Abdul Halim menyebutkan, prioritas penggunaan Dana Desa ialah untuk pemulihan ekonomi nasional sesuai kewenangan desa, seperti BUM Desa, kegiatan ekonomi lainnya, listrik; program prioritas nasional sesuai kewenangan desa, seperti perbaikan dan konsolidasi data SDGs Desa, pengembangan desa wisata, ketahanan pangan; adaptasi kebiasan baru, terutama untuk BLT Dana Desa dan siaga Covid-19. 

Direktur Dana Transfer Umum, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan Adriyanto mengatakan, arah Dana Desa ke depan diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang ditujukan bagi peningkatan kesejahteran masyarakat desa, peningkatan kualitas hidup, serta peanggulangan kemiskinan. 

“Tahun depan Dana Desa prioritasnya masih akan diarahkan untuk pengentasan kemiskinan ekstrem, stunting, kemudian ketahanan pangan dan hewani serta untuk infrastruktur. Dalam pelaksanaanya akan diarahkan untuk kegiatan yang bersifat padat karya sehingga bisa menyerap tenaga kerja di desa,” ucap Adriyanto kepada Investor Daily. 

Formula  penggunaan Dana Desa tahun ini terbagi menjadi empat yang tertuang dalam Perpres Nomor 104 Tahun 2021. Keempatnya adalah perlindungan sosial berupa bantuan langsung tunai desa paling sedikit 40%, program ketahanan pangan 20%, dukungan untuk pendanaan penanganan Covid-19 paling sedikit 8% dari alokasi Dana Desa setiap desa, dan sisanya untuk program sektor prioritas lainnya.

Peran Sentral
Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Golkar Puteri Komarudin mengatakan, Dana Desa memiliki peran sentral bagi pemerintah desa untuk meredam dampak yang terlalu dalam akibat pandemi, erutama bagi kesejahteraan masyarakat desa. Hal ini menjadi dasar, Dana Desa dialihkan untuk mempertebal berbagai jaring pengaman sosial dari pemerintah melalui skema Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa, Padat Karya Tunai Desa, hingga ketahanan pangan.

“Tujuannya tentu untuk menjaga daya beli dan perekonomian masyarakat desa, sehingga mencegah peningkatan tingkat kemiskinan ekstrem dan pengangguran di desa akibat pandemi,” tutur dia saat dihubungi Investor Daily, Rabu (27/7/2022). Sehingga, lanjut dia, tingkat kemiskinan yang sempat naik dari 12,82% pada 2020 menjadi 13,10%, kembali turun ke 12,29% per Maret 2022. 

Selain itu, lanjut Puteri, tingkat pengangguran terbuka di desa tetap terjaga rendah, karena hanya naik dari 3,92% pada 2019 menjadi 4,71% pada 2021. Padahal, di kota naik dari 6,29% ke 8,98%.

“Ini berarti Dana Desa telah bekerja keras untuk mempertahankan kesejahteraan masyarakat desa,” tegas dia. Kendati demikian, Putri tak memungkiri penggunaan Dana Desa khususnya untuk BLT Dana Desa selama pandemi Covid-19 ini, masih dihadapkan dengan persoalan akurasi data. Sehingga, sering ditemui masalah tumpang tindih dan duplikasi data, yang menyebabkan bantuan tersebut menjadi tidak tepat sasaran. “Oleh karena itu, perbaikan data harus menjadi perhatian serius untuk mempercepat pembangunan desa, terutama dalam upaya pengentasan kemiskinan,” ucap dia. 

Lebih lanjut Puteri menyebut, prioritas Dana Desa memang perlu dilakukan penyesuaian dengan mempertimbangkan berbagai hal seperti, situasi pandemi terkini, kondisi pemulihan ekonomi nasional, antisipasi dinamika ekonomi secara global, kapasitas fiskal nasional, serta agenda prioritas nasional. 

“Yang terpenting penentuan prioritas ini harus mampu menjawab tantangan dan kebutuhan yang dihadapi desa untuk meningkatkan kemajuan desa, kemandirian desa, serta kesejahteraan masyarakat desa,” ucap dia. 

Tiga Pilar 
Di sisi lain Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman Nurcahyadi Suparman mengatakan selama 2,5 tahun pandemi Covid-19, Dana Desa menjadi salah satu bantalan khususnya untuk masyarakat di desa dalam proses pembangunan desa. 

“Terutama untuk men-support jaring pengamanan sosial, kemudian pembangunan yang terkait pedesaan dan infrastruktur,” ucap Herman saat dihubungi Investor Daily pada Rabu (27/7/2022) malam. 

Untuk ke depan, pemerintah pusat dan pemerintah supra desa dalam hal ini kabupaten diharapkan mengarahkan seluruh realisasi Dana Desa ke tiga pilar yaitu sosial, ekonomi, dan lingkungan. 

Dalam proses pengawalan ini, salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah tata kelola. Hal yang harus diperhatikan dalam tata kelola mulai dari perencanaan dan penganggaran yang akuntabel dan transparan. 

“Harapannya dengan tata kelola bahkan dalam perancangan kebijakan di desa terarah pada tiga pilar ekonomi, sosial, dan lingkungan yang diukur dalam Indeks Desa Membangun,” tandas Herman. 

Dia mengatakan, Dana Desa memang dipergunakan untuk proses pembangunan di desa, baik pembangunan yang terkait dengan lingkungan hidup, ekonomi dan kehidupan sosial. 

“Dana Desa ditujukan untuk mengakselerasi pembangunan di  desa, sehingga gap antara pembangunan di kota dengan di desa itu bisa dikurangi,” imbuh Herman. 

Mengenai jumlah Dana Desa untuk tahun 2023, Arman mengatakan idealnya ada peningkatan Dana Desa untuk meningkatkan pembangunan di desa. 

Kenaikan alokasi Dana Desa dijalankan seiring dengan laju pemulihan ekonomi. Namun, peningkatan alokasi Dana Desa perlu diimbangi dengan pembinaan dan pengawasan terhadap penggunaan Dana Desa. “Ini yang kami harapkan. 

Jangan sampai Dana Desa lenyap begitu saja. Untuk mengantisipasi itu, pembinaan dan pengawasan dari pemerintahan supra desa perlu diperkuat,” kata Herman. 

Perlu Fleksibilitas
Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas menilai Dana Desa memang bermanfaat dalam arti pembangunan dari pinggiran daerah. Hanya saja, terkait alokasi seringkali masih menjadi perdebatan dan pembahasan di tingkat kebijakan. 

“Tapi, apakah itu Dana Desa tersebut bermanfaat, ya memang bermanfaat. Karena hampir Rp 1 miliar dan tergantung dari kondisi desanya. Selain Dana Desa ada seperti bansos (bantuan sosial) yang sebagian besar diterima di desa.

Selama Dana Desa tidak tertuju ke individu seperti bansos, karena soal bansos itu konfliknya bisa sampai level RT (rukun tetangga), selain itu data-data berkaitan bansos sering tidak akurat,” kata dia kepada Investor Daily, Rabu (27/7/2022). 

Menurut dia, Dana Desa umumnya dikelola oleh desa. Hanya memang masalah pengalokasian perlu diperbaiki, karena setiap desa memiliki kebutuhan yang berbeda. Sedangkan alokasinya sudah ada ketetapan, misalnya 20% Dana Desa untuk ketahanan pangan, lalu sekian persen untuk infrastruktur, dan sebagainya. 

“Menurut saya fleksibilitas itu yang diperlukan. Walaupun penggunaan Dana Desa ini didasari oleh musyawarah desa juga, tetapi memang dalam ketentuannya ada alokasi penggunaan,” jelas Dwi.  

Petugas Penyuluh
Dia juga menilai keberadaaan petugas penyuluh dalam pemanfaatan  Dana Desa diperlukan, misalnya penyuluh pertanian. Pada masa lalu, jelas dia, penyuluh memiliki peran sangat besar dalam pengenalan teknologi, misalnya teknologi pertanian. Tapi kemudian peran penyuluh menghilang. 

“Jadi, saya kira memang sangat penting untuk diberdayakan dengan berbagai program. Walaupun semasa kepemimpinan yang sebelumnya, penyuluh pertanian banyak terkait dengan masalah politik atau partai tertentu. Jadi, saya kira, ya perlu,” kata dia. 

Sedangkan untuk menghindari jerat hukum pengelolaan Dana Desa, menurut dia, bisa saja menggunakan tenaga audit. 

Tapi, hal ini memang bergantung dari sistem pendidikan sumber daya manusia aparat/kepala desa dalam memahami  alokasi dana tersebut.

“Tata kelola memang harus dijalankan oleh kepala desa, karena kesempatan menyelewengkan itu memang besar bagi yang tidak paham dengan tata kelola,” ujar dia. 

Semangat Awal
Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (Ideas) Yusuf Wibisono juga sepakat bahwa Dana Desa menjadi salah satu bantalan utama pemerintah dalam menanggulangi dampak pandemi di wilayah pedesaan. 

Selama masa pandemi, alokasi pemanfaatan Dana Desa diubah secara drastis terutama untuk program bantuan sosial berupa BLT minimal 40% dan program ketahanan pangan minimal 20%. 

Dengan kata lain, lanjut dia, selama pandemi peruntukan Dana Desa minimal sebesar 60% berubah menjadi bansos tunai dan subsidi pangan. “Hal  ini tentu positif dan efektif menahan angka kemiskinan di perdesaan selama pandemi. 

Namun, hal ini sebenarnya memiliki dampak negatif, yaitu hilangnya fungsi Dana Desa yang sesungguhnya untuk pemberdayaan ekonomi dan pembangunan infrastruktur desa,” tandas dia. 

Sebelum pandemi, Dana Desa banyak digunakan untuk pengembangan produk unggulan desa, pengembangan BUMDes, pembangunan infrastruktur desa mulai dari jalan raya, irigasi, embung, pasar desa hingga peningkatan kualitas hidup masyarakat desa seperti pembangunan sarana air bersih, MCK, drainase, polindes, PAUD, dan Posyandu. 

“Seharusnya anggaran bansos dan subsidi pangan untuk masyarakat perdesaan diambil dari pos anggaran belanja subsidi dan belanja bantuan sosial, bukan dari Dana Desa,” ujar Yusuf yang juga staf pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Univesitas Indonesia (UI). 

Untuk itu, ia menyarankan, ke depan fokus Dana Desa perlu dikembalikan ke semangat awal, yaitu untuk pemberdayaan ekonomi dan pembangunan infrastruktur desa dan di saat yang sama memperbesar kembali ukuran anggaran. 

“Desa perlu kembali mengejar ketertinggalan ekonomi dan  infrastruktur-nya. Tentu di saat yang sama, menjadi krusial untuk terus memperbaiki tata kelola Dana Desa agar korupsi dan inefisiensi yang selama ini menggerogoti efektivitas Dana Desa dapat ditekan,” tutur dia. 

Menurut Yusuf, modus korupsi dan inefisiensi Dana Desa tergolong sangat sederhana, yang seharusnya dapat dicegah, seperti mark-up anggaran proyek, penggelapan dana, program atau kegiatan fiktif, dan pemotongan anggaran. 

“Dibutuhkan edukasi dan partisipasi aktif masyarakat desa untuk mengkontrol pengelolaan Dana Desa, serta  meningkatkan pengawasan dari kecamatan dan kabupaten,” pungkas dia.

Sumber: Harian Investor Daily, Kamis 28 Juli 2022


Dibaca 3856 kali