. Patuhi Ombudsman, Pemerintah Mesti Koreksi Pengangkatan Penjabat Kepala Daerah
Logo KPPOD

Patuhi Ombudsman, Pemerintah Mesti Koreksi Pengangkatan Penjabat Kepala Daerah

kompas.id - 21 Juli 2022

Patuhi Ombudsman, Pemerintah Mesti Koreksi Pengangkatan Penjabat Kepala Daerah

Kementerian Dalam Negeri semestinya menjalankan permintaan Ombudsman RI untuk melakukan tindakan koreksi dalam pengangkatan penjabat kepala daerah. Langkah tersebut diperlukan untuk menghentikan polemik yang berkepanjangan karena masih ada ratusan penjabat kepala daerah yang akan diangkat selama dua tahun ke depan. Kepatuhan menjalankan tindakan koreksi menjadi ujian kedewasaan pemerintah.

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N Suparman mengatakan, temuan Ombudsman RI menegaskan suara-suara dari komponen masyarakat sipil, termasuk KPPOD, yang selama ini memberikan perhatian terhadap tata kelola pemerintahan daerah. Dorongan yang disuarakan menjadi lebih besar dan memiliki legitimasi yang kuat sehingga tindakan koreksi sudah semestinya dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri.

”Ombudsman RI merupakan lembaga negara yang berwenang melakukan pengawasan terhadap pelayanan publik. Ketika Ombudsman sudah bersuara, apa yang menjadi temuan mesti didengarkan oleh Kemendagri dan Presiden,” ujarnya, di Jakarta, Rabu (20/7/2022).

Selasa kemarin, Ombudsman RI merilis Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) terkait pengaduan soal pengangkatan penjabat kepala daerah. Ombudsman menemukan tiga bentuk malaadminsitrasi dalam pengangkatan penjabat kepala daerah oleh Kemendagri.

Salah satunya malaadministrasi dalam pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi sebagai momentum untuk penataan regulasi turunan. Selain itu, malaadministrasi dalam proses pengangkatan penjabat kepala daerah serta terakhir malaadministrasi dalam memberikan tanggapan atas permohonan informasi dan keberatan pelapor.

Atas temuan itu, ORI meminta Kemendagri melakukan tindakan korektif, yakni menyiapkan naskah usulan pembentukan peraturan pemerintah terkait proses pengangkatan, lingkup kewenangan, evaluasi kinerja, hingga pemberhentian penjabat kepala daerah. Tindakan korektif lainnya yakni memperbaiki proses pengangkatan penjabat kepala daerah dari unsur TNI aktif serta menindaklanjuti surat pengaduan dan substansi keberatan dari pihak pelapor.

Herman menuturkan, respons Kemendagri dalam melaksanakan tindakan koreksi diperlukan untuk menjamin terlaksananya prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas dalam proses pengisian penjabat kepala daerah. Apalagi dalam PP yang harus dibuat itu memuat soal mekanisme pemilihan dan pengangkatan penjabat, tugas dan kewenangan penjabat, serta pemantauan dan evaluasi atas kinerja penjabat. Tiga hal itu sampai saat ini sangat abu-abu karena Kemendagri masih mengandalkan regulasi-regulasi teknis yang tidak lagi relevan dengan kondisi saat ini.

”Kemendagri harus melaksanakan tindakan koreksi sesuai yang diminta Ombudsman. Jika tidak, justru akan menimbulkan persoalan dalam setiap pemilihan dan pengangkatan penjabat kepala daerah hingga dua tahun ke depan. Kondisi tersebut akan sangat mengganggu seluruh alur tata kelola pemerintahan dan pembangunan di daerah-daerah yang dipimpin penjabat,” ujarnya.

Selain itu, lanjutnya, ketiadaan PP berakibat pada tidak adanya pegangan dalam mekanisme pemilihan penjabat kepala daerah. Hal itu menimbulkan pertanyaan mengenai kewenangan penjabat kepala daerah dalam menjalankan roda pembangunan di daerah-daerah. Resistensi dan polemik terkait pengangkatan penjabat kepala daerah pun tidak hanya berhenti, tetapi akan terus terjadi di masa mendatang karena ada 271 penjabat kepala daerah yang akan diangkat pemerintah dalam dua tahun ke depan.

”Belum lagi ketika penjabat kepala daerah mulai menjalankan tugasnya, akan muncul pertanyaan dan keraguan terhadap kewenangan yang justru akan menjadi tantangan tersendiri. Ini sangat mengganggu proses perencanaan, penganggaran, perancangan kebijakan, dan pelayanan publik di daerah,” tutur Herman.

Pengabaian terhadap tindakan koreksi, menurut dia, bisa berdampak pada terganggunya penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Stakeholder lain, seperti dewan perwakilan rakyat daerah, dunia usaha, dan masyarakat sipil akan mempertanyakan legitimasi penjabat kepala daerah.

Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Mardani Ali Sera, juga menyampaikan bahwa Kemendagri harus melaksanakan tindakan koreksi yang diminta Ombudsman. Sebab, langkah Kemendagri akan menjadi preseden bagaimana pemerintah menghargai keputusan yang dibuat oleh institusi lain yang sama-sama dibentuk oleh negara untuk mengawasi jalannya pelayanan publik. ”Ini menjadi ujian kedewasaan pemerintah,” ujarnya.

Ia mengingatkan, semua kementerian/lembaga negara wajib untuk menghargai kebijakan yang dibuat oleh lembaga lainnya. Preseden buruk yang dilakukan oleh KPK di masa lalu tidak boleh diikuti karena bisa berdampak pada kepercayaan publik terhadap lembaga yang diawasi oleh Ombudsman. Jika masyarakat tidak lagi memberikan kepercayaan tinggi, efektivitas dan daya eksekusi dalam mengimplementasikan kebijakan bisa sangat rendah.

Menurut Mardani, pengangkatan TNI menjadi penjabat mesti dijadikan catatan khusus bagi pemerintah. Sekalipun alasannya ada konflik di masyarakat sehingga perlu dipilih penjabat dari TNI, hal ini tidak bisa dijadikan pembenar karena aturannya melarang TNI aktif menjadi penjabat kepala daerah. Pengaturan dalam PP pun akan lebih kuat dibandingkan dengan menggunakan permendagri.

”Walaupun Kemendagri menafsirkan UU, tetap perlu memastikan tafsir atas UU dapat diterima dan dimaklumi publik,” ucapnya.

Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Nasdem Saan Mustopa menambahkan, pengangkatan TNI aktif harus dihindari selama masih ada ASN yang memenuhi syarat menjadi penjabat kepala daerah. ASN harus diprioritaskan menjadi penjabat karena mereka lebih paham kondisi masyarakat karena terbiasa melakukan fungsi pengawasan dan pembinaan. ”Hindari penunjukan yang berpotensi menimbulkan polemik dan berujung pada gangguan saat bekerja,” katanya.

Sumber: https://www.kompas.id/baca/polhuk/2022/07/20/patuhi-ombudsman-pemerintah-mesti-koreksi-pengangkatan-penjabat-kepala-daerah


Dibaca 426 kali