Logo KPPOD

Pengawasan Pemerintahan IKN Nusantara di Tangan DPR

kompas.id - 24 Januari 2022

Pengawasan Pemerintahan IKN Nusantara di Tangan DPR

Tidak seperti Jakarta, pemerintahan daerah khusus di Ibu Kota Negara atau IKN Nusantara diselenggarakan oleh lembaga setingkat kementerian tanpa ada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan oleh Otorita IKN Nusantara dilakukan langsung oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

Bukan hanya tidak dikenal dalam konstitusi, konsep penyelenggaraan pemerintahan oleh otorita di ibu kota negara baru juga dikhawatirkan akan menimbulkan permasalahan baru.

Berdasarkan ketentuan dalam Rancangan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara yang telah disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), pemerintahan daerah khusus di ibu kota negara baru diselenggarakan oleh lembaga setingkat kementerian bernama Otorita IKN Nusantara (Pasal 4 dan 8). Pemerintahan daerah khusus ibu kota negara baru akan dipimpin oleh seorang Kepala Otorita yang berkedudukan setingkat menteri dengan masa jabatan selama lima tahun. Kepala Otorita IKN Nusantara ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan DPR.

Meski berbentuk pemerintahan daerah khusus, IKN Nusantara dikecualikan dari pemerintahan daerah lainnya (Pasal 5). Dalam Pasal 13 dijelaskan, di IKN Nusantara hanya diselenggarakan pemilihan umum tingkat nasional untuk memilih presiden-wakil presiden, DPR dan DPD, sehingga tidak memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Karena itulah, menurut Wakil Ketua Komisi II DPR Arif Wibowo, fungsi pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah khusus oleh Kepala Otorita IKN Nusantara akan dilakukan oleh DPR. Apalagi, anggaran yang digunakan untuk pembangunan IKN Nusantara berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

”Sudah hampir pasti fungsi kontrol dari DPR. Apakah nanti kewenangan diberikan kepada komisi tertentu, nanti akan dibicakan oleh Badan Musyawarah DPR,” kata dalam diskusi bertajuk ”UU IKN untuk Siapa?” yang diselenggarakan Indonesian Parliamentary Center, Jumat (21/1/2022).

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu menjelaskan, sekalipun UU IKN sudah disahkan, DPR akan terus mengawasi proses pemindahan ibu kota dari Jakarta ke IKN Nusantara. Salah satu yang menjadi sorotan adalah nasib aset-aset pemerintah pusat yang berada di Jakarta setelah ibu kota pindah ke IKN Nusantara karena kementerian dan lembaga juga ikut pindah. ”Pengelolaan keuangannya juga bagaimana, apakah aset-aset itu serta-merta akan tetap menjadi aset pemerintah pusat atau akan dialihkan,” katanya.

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Herman N Suparman menilai, pengawasan yang akan dilakukan oleh DPR kepada Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara akan problematik. Sebab aturan mengenai sistem pemerintahan yang berbentuk otorita yang sudah disahkan menjadi UU belum solid. ”Konsep otorita ini baru, terutama dalam hubungan pusat-daerah sehingga memiliki tantangan dalam penerapannya,” ujarnya.

Ketika membuat kebijakan, misalnya, dalam sistem pemerintahan daerah saat ini, penyusunan peraturan daerah dilakukan oleh kepala daerah bersama-sama dengan DPRD. Dengan demikian, ada fungsi pengawasan dari DPRD yang mewakili masyarakat setempat sehingga kebijakan yang dibuat berdasarkan atas kesepakatan bersama.

Pelibatan DPR dalam proses penyusunan peraturan setingkat provinsi pun tak lazim di Indonesia. Umumnya, peraturan daerah dibentuk bersama gubernur dengan DPRD.

”Jika fungsi DPRD provinsi tidak ada, lalu bagaimana proses penyusunan kebijakan bagi masyarakat di otorita? Nantinya yang dibuat mungkin berupa peraturan badan otorita atau setara peraturan kepala daerah yang itu bisa dikeluarkan sendiri tanpa melibatkan DPRD,” katanya.

Problem itu ditambah dengan belum dipindahkannya DPR ke IKN Nusantara pada fase awal sehingga pengawasan terhadap kinerja Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara cukup sulit dilakukan. Mereka tidak merasakan langsung dampak dari kebijakan karena terbatas jarak antara Jakarta dengan IKN Nusantara. Masyarakat di IKN Nusantara pun akan kesulitan jika ingin menyampaikan usulan dalam pembuatan kebijakan.

Herman mengatakan, model otorita yang kedudukannya setara kementerian akan menyulitkan hubungan pembinaan dan pengawasan daerah yang biasanya dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri. Kemudian dalam hubungan keuangan daerah, ia mempertanyakan landasan hukum yang mengatur mengenai pendapatan asli daerah (PAD) akan ditetapkan dengan Perda atau Peraturan Otorita. Jika pengawasan dilakukan oleh DPR, hal itu akan merusak hubungan pusat-daerah karena pengaturan PAD merupakan kewenangan daerah.

Selain itu, pembagian kewenangan harus dipertegas agar antara pusat dan daerah. Sebab, kedudukannya yang setara kementerian membuatnya berbeda dengan daerah-daerah otonom lain di Indonesia. ”Pemerintah perlu mengantisipasi kerumitan ini dengan membuat aturan turunan yang jelas agar hubungan pusat-daerah berikut pengawasannya bisa berjalan efektif,” ucap Herman.

Dalam pembahasan RUU IKN, Senin (17/1/2022), Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Demokrat, dan Dewan Perwakilan Daerah sempat menolak usul nama otorita. Usul mengenai pembentukan DPRD Provinsi dan sempat diajukan oleh Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Demokrat, dan Fraksi Partai Keadilah Sejahtera. Namun, klausul mengenai pembentukan DPRD tetap tak masuk dalam RUU IKN yang disahkan DPR.

Kepala Otorita IKN

Selain bentuk pemerintahan, RUU IKN juga mengamanatkan kepada Presiden untuk mengangkat Kepala Otorita IKN Nusantara paling lambat dua bulan setelah UU disahkan. Saat ini sudah muncul sejumlah nama yang disebut-sebut akan diangkat menjadi Kepala Otorita IKN Nusantara.

Sampai saat ini belum ada kepastian siapa yang akan dipilih menjadi Kepala Otorita IKN Nusantara. Namun, dalam kesempatan tanya jawab dengan wartawan pada 2 Maret 2020, lalu Presiden Joko Widodo mengatakan memiliki banyak kandidat calon kepala otorita. ”Yang namanya kandidat memang banyak. Satu, Pak Bambang Brodjo (Bambang Brodjonegoro): dua, Pak Ahok (Basuki Tjahaja Purnama); tiga, Pak Tumiyono (Direktur Utama PT Wijaya Karya (Persero) Tumiyana; empat, Pak Azwar Anas (Bupati Banyuwangi), cukup,” tutur Presiden saat itu.

Arif menuturkan, Kepala Otorita IKN Nusantara harus seseorang yang memiliki kapasitas dan kapabilitas luar biasa. Apalagi, Kepala Otorita IKN yang pertama karena memiliki tugas mengawal pemindahan ibu kota dari DKI Jakarta ke IKN Nusantara dalam kurun waktu dua tahun.

”Dia (Kepala Otorita IKN Nusantara) harus orang yang luar biasa karena menyelesaikan seluruh masalah pada level yang paling elementer selama dua tahun sampai dengan pemindahan ibu kota itu bukan soal yang gampang,” kata Arif

Menurut dia, Kepala Otorita IKN yang pertama perlu memiliki dedikasi, kerja keras, dan menghibahkan waktunya untuk memimpin proses persiapan hingga pemindahan ibu kota. Oleh sebab itu, Kepala Otorita IKN Nusantara dari latar belakang teknokrat perlu dipertimbangkan karena memiliki pengalaman eksekusi kebijakan praktis di lapangan. Setelah IKN dipindah, Kepala Otorita IKN Nusantara di periode selanjutnya bisa digantikan dengan orang yang memiliki kemampuan untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Meskipun demikian, Arif menegaskan kembali bahwa penunjukan Kepala Otorita IKN Nusantara adalah kewenangan Presiden Joko Widodo. Hanya saja dalam penunjukannya, Presiden harus berkonsultasi dengan DPR. Untuk pertama kalinya, Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Nusantara ditunjuk dan diangkat oleh Presiden paling lambat dua bulan setalah UU IKN diundangkan. Kepala otorita pun bisa diberhentikan di tengah jalan jika dianggap tidak bisa melanjutkan tugasnya.

Dalam kesempatan yang sama, dosen hukum tata negara Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, mengingatkan, pekerjaan yang dilakukan oleh kepala otorita jangan sampai berorientasi pada proyek. Hal itu bisa mengakibatkan pada peniadaan suara dari warga setempat karena yang menghuni IKN Nusantara bukan hanya aparatur sipil negara pindahan dari Jakarta, melainkan juga ada masyarakat adat.

”Selama ini yang ditampilkan ke publik saat pembahasan hanya mimpi, seharusnya bagaimana proses pemindahannya,” katanya.

Secara terpisah, Guru Besar Ilmu Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Djohermansyah Djohan mengatakan, tugas dan wewenang kepala otorita sangat berat. Mereka harus mampu menyelenggarakan kegiatan pembangunan berskala besar, sekaligus juga menyelenggarakan pemerintahan dalam waktu dua tahun.

Ia juga mengingatkan, pembangunan IKN terdiri dari proyek-proyek besar di dalamnya. Untuk itu, calon pemimpinnya pun setidaknya juga pernah memimpin penyelenggaraan pemerintahan dalam skala besar, entah itu gubernur maupun setingkat menteri. ”Waktunya, kan, pendek, sangat cepat, artinya, dia harus gesit, cakap dan inovatif dalam menyelesaikan segala persoalan,” ujar Djohermansyah.

Djohermansyah pun mengingatkan pentingnya pengawasan terhadap kepala otorita nanti. Sebab, mereka ini adalah jabatan politik setingkat menteri di mana diangkat langsung oleh Presiden. Dengan begitu, harapannya, kerja-kerja pemerintahan dan pembangunan tetap bisa berjalan sesuai rencana. ”Jadi, walau dia jabatan poliltik, ukuran kerjanya nanti juga harus sangat-sangat obyektif sehingga semua terukur. Target-target harus selesai dengan supercepat,” tutur Djohermansyah.

Sumber: https://www.kompas.id/baca/polhuk/2022/01/21/pengawasan-kepala-otorita-ibu-kota-nusantara-problematik


Dibaca 410 kali