KPPOD Nilai Masih Ada Kelemahan dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah
beritasatu.com - 24 Desember 2021
Direktur Eksekutif KPPOD Armand Suparman mengatakan tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan otda saat ini dan ke depan dapat dilihat dari sisi perencanaan, penganggaran, kebijakan, dan kelembagaan.
“Di sisi perencanaan, masih terdapat inkonsistensi visi-misi pemerintah pusat dan daerah, pendekatan insentif dan disinsentif tidak optimal, dan manajemen data yang tidak solid (tidak terintegritas),” kata Armand dalam Diskusi Media bertajuk Otonomi Daerah pada Masa Pandemi Covid-19, Refleksi Akhir Tahun yang digelar KPPOD secara virtual, Kamis (23/12/2021).
Kemudian di sisi penganggaran, menurut Armand, masih bermasalah pada kapasitas fiskal daerah. Dukungan anggaran minim dan kebutuhan pendanaan yang besar serta pendekatan insentif dan diinsentif yang tidak optimal, dari pusat ke daerah.
Lebih lanjut, Armand mengatakan di sisi kebijakan, terdapat persoalan tumpang-tindih regulasi, pelibatan multi stakeholder, dan minim kebijakan inovatif.
“Juga terdapat persoalan egosektoral kementerian atau lembaga dan organisasi perangkat daerah (OPD), kerja sama antar daerah dan pihak ketiga dan KPBU belum optimal juga disfungsi sistem dan manajemen pembinaan-pengawasan, serta kapasitas dan integritas penyelenggaraan,” ujar Armand.
Oleh karena itu, Armand berharap tahun depan terjadi perbaikan dalam semua permasalahan tersebut. Armand mengusulkan agenda perbaikan dalam pelaksanaan otda, yaitu menegakkan reformasi birokrasi.
“Penegakan reformasi birokrasi dapat dilakukan dengan mendesain kelembagaan inklusif, dan membangun super sistem hubungan pusat daerah,” tutur Armand.
Pada kesempatan itu, Analis Kebijakan KPPOD Eduardo Edwin mempertanyakan eksistensi Rancangan Undang-Undang (RUU) Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).
“Apakah regulasi ini menjadi game changer dalam pemulihan ekonomi pascapandemi atau malah akan menambah persoalan baru di daerah terdampak?,” kata Eduardo.
Eduardo juga menyoroti pengaturan dana bagi hasil (DBH) dalam RUU ini yang masih alam sentris, padahal penyusunan regulasi fiskal semestinya mampu menangkap tanda-tanda zaman, sehingga tidak menimbulkan kesan bahwa RUU HKPD mengajak daerah untuk lebih eksploratif terhadap SDA agar mendapat porsi DBH yang lebih besar.
Perihal opsen, Edwin berpendapat tafsir opsen belum sepenuhnya selesai, bahkan cenderung berpotensi menimbulkan kerancuan dan resistensi pemda terdampak.
“Perlu ada penegasan definisi dan kalkulasi opsen secara jelas melalui sosialisasi dan simulasi terbuka,” ujar Eduardo.
Eduardo mengemukakan fakta masih banyak pelaku usaha dan masyarakat yang tidak tune in dengan isu reformasi fiskal daerah melalui RUU HKPD. “Pada penetapan tarif di level daerah, pelaku usaha dan masyarakat perlu dilibatkan secara deliberative, sehingga pajak dapat menjelma sebagai instrumen pendukung ekosistem investasi. Tarif harus mengedepankan sisi regulerend pajak, not only budgetair function,” tegas Eduardo.
Sumber: https://www.beritasatu.com/politik/870943/kppod-nilai-masih-ada-kelemahan-dalam-pelaksanaan-otonomi-daerah
Dibaca 426 kali
