. TANTANGAN BARU FISKAL DAERAH
Logo KPPOD

TANTANGAN BARU FISKAL DAERAH

Bisnis Indonesia - 15 Desember 2021

TANTANGAN BARU FISKAL DAERAH

Pada pengujung 2021,pemerintah pusat mengeluarkan aturan baru yang memberikan ruang untuk mengintervensi belanja daerah. Kebijakan ini bertujuan untuk menyelaraskan berbagai program dari level pusat hingga daerah, sekaligus memperbaiki kualitas belanja di daerah.  

Implementasi aturan yang tercantum dalam Undang-Undang (UU) tentang Harmonisasi Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) cukup menantang kendati baru diberlakukan pada 2023 lantaran keterbatasan ruang fiskal di daerah. 

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan dan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Armand Suparman menilai bahwa kebijakan pengalokasian belanja daerah ini harus diimbangi dengan penguatan insentif dan disinsentif terkait dengan realisasi anggaran dari sisi pemerintah pusat.

Selain itu, pemerintah juga perlu menyusun sistem merit sejalan dengan adanya batasan belanja pegawai sebesar 30%. “Ketika dalam UU sudah diarahkan maksimal belanja pegawai 30%, perlu ada penguatan sistem merit di daerah,” ujarnya, Selasa (14/12). 

Adapun, Direktur Dana Transfer Khusus Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Putut Hari Satyaka mengatakan, ketentuan ini disusun untuk memperbaiki tata kelola anggaran daerah agar berpihak kepada masyarakat melalui belanja yang terkait langsung dengan layanan publik.

Pasalnya, secara rata-rata alokasi belanja pegawai di kabupaten/kota mencapai 35%, sedangkan belanja infrastruktur sangat rendah yakni di angka 13,5%. Menurutnya, pemerintah pun menyadari kapasitas fi skal masing-masing daerah berbeda. 

Atas dasar hal itu, maka diberlakukan masa transisi hingga 5 tahun. Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan kebijakan yang terakomodasi di dalam UU HKPD ini memaksa pemda untuk melakukan perubahan dari sisi fiskal.

“Ini menjadi tantangan karena kapasitas masing-masing daerah berbeda sehingga ada daerah yang perlu bekerja keras untuk memenuhi kewajiban ini,” katanya kepada Bisnis, Selasa (14/12).

Sejalan dengan besarnya kendali pemerintah pusat terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Yusuf menyarankan kepada pemda untuk melakukan negosiasi dengan pemerintah pusat sehingga kewajiban di dalam UU HKPD tetap terlaksana tanpa menghambat pembangunan di daerah.

Adapun untuk kebutuhan infrastruktur, menurutnya bisa didiskusikan oleh pemda dan pemerintah pusat dalam Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang), atau melalui penyaluran Dana Alokasi Khusus (DAK).

Adapun, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menjelaskan penurunan target PAD tahun tahun depan dari Rp18 triliun menjadi Rp16 triliun mengindikasikan bahwa ekonomi masih dalam tekanan. 

“Target Rp18 triliun tidak akan tercapai, [karena masih] pandemi. [Target Rp16 triliun] realistis,” ujar Ganjar.

Dari Jawa Timur, implementasi UU HKPD lebih menantang lantaran alokasi TKDD pada 2022 hanya Rp75,46 triliun, turun 0,39% dibandingkan dengan tahun ini.

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menuturkan alokasi TKDD 2022 tetap diarahkan untuk percepatan pemulihan ekonomi, penanganan kemiskinan, pengangguran, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Dari Makassar, Sekretaris Daerah Sulawesi Selatan Abdul Hayat Gani mengeluhkan kendali belanja oleh pemerintah pusat ini. Menurutnya, intervensi penggunaan APBD ini berisiko mengorbankan sektor lain yang juga membutuhkan anggaran cukup besar. 

Sumber: Harian Bisnis Indonesia, 15 Desember 2021


Dibaca 2141 kali