Logo KPPOD

Di Balik Kenaikan Anggaran Rp 26,6 Miliar bagi Para Ahli

KOMPAS - Rabu, 22 November 2017 - 23 November 2017

Di Balik Kenaikan Anggaran Rp 26,6 Miliar bagi Para Ahli

Kenaikan anggaran Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan atau TGUPP yang diusulkan Gu­bernur DKI Anies Baswedan dari Rp 2,35 miliar jadi Rp 28,99 miliar dinilai sebagai pemborosan. Fungsi dan rekam jejak tim itu tak jelas, serta tumpang tindih dengan organisasi pemerintah daerah lainnya, mulai dari satuan kerja perangkat daerah atau SKPD, staf ahli hingga, deputi yang menyertai kerja gubernur.

Tingginya anggaran itu juga ironis di tengah pemotongan penyertaan modal daerah (PMD) untuk badan usaha milik daerah (BUMD) yang dinilai lebih strategis demi meningkatkan layanan dan kesejahteraan publik. Ironis lain, ada rencana meningkatkan pajak.

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Ro­bert Na Endi Jaweng mengatakan, sejak sejarah pembentukan TGUPP itu sudah bermasalah. Tim dibentuk era Joko Widodo jadi Gubemur DKI dan dilanjutkan di era Basuki Tjahaja Purnama.

Tim berisi mantan pejabat. Adapun kontribusi pada pembangunan dan per­cepatan pembangunannya tak jelas. Secara normatif, tim itu tak didesain berkontribusi konkret pada pembangunan. “Sejarah ini yang harus dipelajari betul oleh Gubernur Anies. Kerja konkretnya tidak terlalu terlihat dan tumpang tindih. Di era Gubernur Basuki, hal itu dinilai tak terlalu berguna lagi, kenapa mau dibesarkan lagi,” katanya, Selasa (21/11).

Gubemur Anies menjelaskan, kena­ikan anggaran itu karena ia ingin menghentikan praktik pembiayaan menggunakan dana di luar APBD bagi staf yang membantu gubernur.

“Kalau mereka yang bekerja membantu gubemur, menyusun kebijakan, mem­bantu percepatan pemba­ngunan justru dibiayai swasta, potensi konflik kepentingan jadi tinggi. Karena itu, kita buat transparan. Dengan menggunakan APBD, maka jelas tak ada ketergantungan pada pihak luar,” katanya.

Menurut Ketua TGUPP DKI M Yusuf, tim melaksanakan tugas dari gubernur, wakil gubernur, dan sekretaris daerah. TGUPP juga mendampingi program prioritas gubernur yang dilaksanakan SKPD/UKPD, memantau perencanaan dan penganggaran program prioritas gu­bernur oleh SKPD/UKPD, memantau pelayanan perizinan dan non-perizinan yang strategis diselenggarakan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi DKI, serta melak­sanakan memantau pengadaan barang/jasa yang diselenggarakan Badan Pelayanan Pengadaan Barang/Jasa Pro­vinsi DKI Jakarta.

Rincian anggota

Pada paparan di Komisi C DPRD DKI, kenaikan anggaran Rp 26,6 miliar itu disebabkan penambahan anggota. Sebelum anggaran naik, anggota TGUPP 15 orang, lalu jadi 73 orang.

Rinciannya, menarik tim wali kota/bupati untuk per­cepatan pembangunan (TWUPP) yang sebelumnya melekat di pemkot/pemkab 30 orang. Mereka nantinya di­biayai Biro Administrasi Pemprov DKI. Lalu, biaya operasional 28 orang lagi yang akan direkrut dari non-PNS.

Penambahan 28 orang itu untuk empat bidang baru di TGUPP: pengelolaan pesisir pantai utara Jakarta, ekonomi dan pembangunan, harmonisasi regulasi, dan pencegahan korupsi. Sesuai Pergub DKI Nomor 411/2016 tentang TGUPP, tunjangan statis anggotanya setara Rp 25,4 juta per bulan.

Menurut Robert, keberadaan TGUPP secara keseluruhan justru perlu dievaluasi ulang. Tugas memberi rekomendasi dan kajian berbasis keahlian bisa dilakukan deputi serta staf ahli gubernur.

Proporsi usulan anggaran tim itu juga ironis. Anggaran komponen yang tak jelas fungsinya bagi peningkatan kesejah­teraan publik justru ditambah sangat tinggi, sedangkan anggaran PMD bagi BUMD-BUMD yang strategis guna me­ningkatkan pelayanan publik justru ditiadakan. Ironi bertambah seiring ren­cana kenaikan pajak yang akan menambah beban warga.

Lima BUMD yang diusulkan ditiada­kan PMD dalam RAPBD 2018 adalah PD Dharma Jaya, Food Station, PT Jakarta Tourisindo, PD Pembangunan Sarana Ja­ya, dan Askrida Tahun 2017, Dharma Jaya dan Food Station punya andil besar meredam kenaikan harga pangan DKI sehingga menekan inflasi Lebaran hingga terendah enam tahun terakhir.

Sekjen Fitra Yenny Sucipto menga­takan, Gubemur DKI perlu memperjelas target kontribusi dan kinerja ataupun urgensi TGUPP sehingga muncul usulan anggaran besar.

Gubernur seharusnya justru mengoptimalkan kinerja organisasi pemda yang ada. Pembentukan tim pun harus berkeadilan dan efisien. “Rp 28 miliar mungkin kecil untuk anggaran DKI, tetapi sangat besar artinya bagi warga,” ujarnya.

Kekhawatirannya, TGUPP hanya mewadahi tim sukses gubemur dan wagub pada pilkada lalu. (IS/HFN)

 

--- (Sumber KOMPAS – Rabu, 22 November 2017) ---


Dibaca 910 kali